Powered By Blogger

Thursday, March 29, 2012

WANITA DAN KEUNIKAN MENSTRUASI

     Aku seorang wanita… sebuah pernyataan klasik yang sangat dibutuhkan dalam pembuktian eksistensi identitas kita di lingkungan manapun. Di tengah kehidupan yang dinamis saat ini, semua manusia tentunya mengetahui bahwa Tuhan yang maha esa menggolongkan kita ke dalam dua jenis kelamin secara normal yakni pria dan wanita (diluar dari jenis kelamin abu-abu buatan manusia). Pria biasanya diidentikkan dengan penis dan skrotum, disisi lain wanita selalu dikaitkan dengan vagina. Hal tersebut menjadi basic dalam penentuan jenis kelamin dari seorang manusia sejak pertama kali dilahirkan di dunia. Seiring dengan pertambahan umur, terjadi beberapa perkembangan fisik pada kedua jenis kelamin yang menandai bahwa manusia telah memasuki masa akil balig (dewasa) yang secara medis dikenal dengan masa pubertas. Pubertas menjadi titik awal dari kematangan fungsi reproduksi manusia, yang merupakan salah satu ciri makhluk hidup secara alami dalam rangka pelestarian species manusia (Homo Sapiens).
     Aku seorang wanita… mengharuskanku mengetahui tentang wanita… so ladies, “this is an important information for us”. Tahukah kita??? Masa pubertas wanita dimulai sejak umur 8-10 tahun, dimulai dengan perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut pubis yang terjadi dalam 5 tahap (berdasarkan staging Tanner dan Marshall). Puncak dari pubertas wanita adalah menarke (menstruasi pertama kali) yang terjadi secara normal sejak umur 12 tahun. Menstruasi merupakan perdarahan per-vagina yang terjadi secara siklik dan reguler pada wanita dewasa. Dalam masyarakat umum, tanda inilah yang menjadi batasan jelas perubahan status seorang anak perempuan menjadi gadis remaja. Tak jarang, banyak ibu-ibu yang memberikan nasehat kepada anak gadisnya mengenai perubahan keadaan fisik tersebut pada saat menarke. Hal ini sebagai salah satu edukasi kepada sang anak bahwa telah terjadi kematangan reproduksi dalam tubuhnya sehingga sangat diperlukan kesadaran diri dalam pergaulan keseharian. Tentunya dengan edukasi tersebut diharapkan dapat mencegah kejadian pernikahan dini ataupun kehamilan di luar nikah pada usia dini mengingat kematangan reproduksi tidak bersamaan dengan kematangan mental.
     Pada dasarnya menstruasi merupakan suatu fenomena bulanan berupa perdarahan per-vagina yang terjadi oleh karena kerja sama ritmik dari beberapa hormon dalam tubuh wanita dewasa. Perdarahan tersebut merupakan hasil peluruhan dari dinding endometrium uterus (rahim) yang disertai dengan pengeluaran ovum (sel telur). Sama dengan regulasi hormon lainnya, hormon pada menstruasi melibatkan aksis Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium (sistem tiga hormon). Secara spesifik hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus adalah GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone), kemudian hormon hipofisis adalah FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone), serta hormon yang dihasilkan oleh ovarium adalah estrogen dan progesteron. Hormon-hormon tersebut bekerja pada ovarium dan uterus (rahim).
     Mekanisme kerja dari hormon tersebut diawali dengan sekresi GnRH oleh hipotalamus, yang akan merangsang produksi hormon LH dan FSH hipofisis. Kedua hormon hipofisis ini menstimulasi sekresi estrogen di ovarium. FSH dengan kadar basal telah memiliki peran yang cukup dalam produksi estrogen, sebaliknya LH membutuhkan jumlah yang banyak untuk melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, pada proses menstruasi, LH akan terlihat lebih dominan dibandingkan FSH. Di ovarium, estrogen dihasilkan oleh folikel, yang berkembang karena adanya FSH dan LH. Estrogen itu sendiri juga turut berperan dalam perkembangan folikel tingkat lanjut sampai mencapai kematangan (fase folikularis). Ukuran folikel berbanding lurus dengan jumlah estrogen yang dihasilkan, dimana pada masa folikularis akhir jumlah estrogen yang dihasilkan juga semakin besar. Peningkatan kadar estrogen ini akan menstimulasi hipotalamus untuk mempercepat denyut GnRH agar meningkatkan sekresi LH oleh hipofisis sehingga terjadi lonjakan LH pada saat itu (mekanisme feedback positif). Selanjutnya lonjakan LH ini akan menghentikan sekresi estrogen oleh folikel fungsional (folikel de Graff) yang telah matang. Kemudian membran folikel tersebut akan ruptur dan melepaskan ovum yang terdapat dalam folikel ovarium. Masa pelepasan ovum ini disebut dengan masa ovulasi. Setelah itu, folikel sisa yang terdapat dalam ovarium dengan bantuan FSH dan LH akan membentuk korpus luteum yang mensekresi progesteron dalam jumlah banyak dan estrogen dalam jumlah sedikit (fase luteal). Kadar progesteron semakin lama akan semakin meningkat dan akan mengirimkan sinyal ke hipotalamus untuk menghambat sekresi LH secara gradual (mekanisme feedback negatif). Lalu korpus luteum mengalami degenerasi dan atresia yang akhirnya berubah menjadi jaringan parut (fibrosis) oleh karena semakin berkurangnya pembuluh darah. Korpus luteum yang fibrosis ini disebut dengan korpus albikan (fase luteal akhir). Bersamaan dengan degenerasi korpus luteum, produksi progesteron dan estrogenpun berkurang hingga basal, menyebabkan penghambatan sekresi LH dan FSH berakhir sehingga dimulailah kembali produksi kedua hormon tersebut yang juga menandakan awal mula suatu siklus menstruasi yang baru.
     Semua regulasi hormon yang dijelaskan di atas terjadi di ovarium, tempat pembentukan sel telur (ovum). Secara umum pada semua sistem dalam tubuh manusia, regulasi hormon selalu melibatkan mekanisme feedback negatif yang merupakan bagian dari homeostasis tubuh. (Click this... untuk animasi interaktif jalur biokimia penghambatan hormon dalam mekanisme feedback negatifInilah yang menjadi keunikan dari sistem reproduksi wanita, dimana terdapat mekanisme feedback positif yang bertujuan untuk mencapai masa ovulasi (biasanya 14 hari setelah menstruasi). Dengan adanya pelepasan ovum (sel telur) pada masa ovulasi menjelaskan bahwa masa subur pada wanita terjadi pada masa ini. Oleh karena itu ladies… Be watch out for this period… (Click this… untuk animasi interaktif mengenai keunikan mekanisme feedback positif pada sistem reproduksi wanita)
Then… Tahukah kamu ladies… asal perdarahan saat menstruasi???
     This is the big question… Perdarahan saat menstruasi merupakan efek kerja dari hormon-hormon tersebut di atas terhadap dinding endometrium uterus (rahim). Setiap siklus menstruasi terjadi selama 28 hari secara normal, sehingga biasanya wanita mengalami perdarahan sekali sebulan. Siklus menstruasi terbagi atas 3 fase berdasarkan pada perubahan dinding uterus yang terjadi. Fase pertama adalah fase menstruasi. Patut diketahui bahwa hari pertama perdarahan merupakan awal perhitungan dari sebuah siklus menstruasi (waktunya sama dengan fase luteal akhir ovarium). Pada fase ini, kadar estrogen dan progesteron menurun oleh karena degenerasi korpus luteum, sehingga akan menstimulasi pengeluaran prostaglandin yang memiliki efek kerja terhadap pengecilan pembuluh darah (vasokontriksi) uterus. Hal ini akan mengurangi suplai oksigen uterus dan berdampak pada kematian sel serta pembuluh darah di dalamnya. Kemudian, oleh karena adanya disintegrasi dari pembuluh darah, maka akan membilas semua debris jaringan endometrium  serta ovum yang telah dilepas ovarium,  keluar dari rongga uterus melewati vagina yang dikenal sebagai darah haid. Selain terjadi secara mekanik oleh pergerakan darah, prostaglandin akan merangsang uterus berkontraksi yang juga membantu pengeluaran darah pada fase menstruasi. Terkadang kontraksi dari uterus ini dapat menimbulkan rasa nyeri (dismenorea) bahkan pada sebagian wanita rasa nyeri ini dianggap sebagai sebuah gejala yang cukup mengganggu. Fase menstruasi terjadi selama 5-7 hari.
     Lapisan endometrium yang tersisa dari bilasan darah pada fase menstruasi hanya berukuran sekitar 1 mm. Di sisi lain, FSH dan LH oleh hipofisis kembali disekresi  dan membantu perkembangan folikel di ovarium. Dalam 7 hari folikelpun mulai memproduksi estrogen, dimana estrogen ini akan membantu penebalan (proliferasi) sisa lapisan endometrium tersebut (fase proliferasi). Penebalan endometrium dapat mencapai ukuran 3-5 mm. Fase proliferasi ini didominasi oleh estrogen yang akan mencapai puncaknya sampai lonjakan LH terjadi (masa ovulasi ovarium). Oleh karena itu, fase proliferasi uterus (rahim) terjadi mulai dari akhir perdarahan sampai masa ovulasi ovarium. Selanjutnya, kadar estrogen menurun digantikan oleh peningkatan kadar progesteron. Progesteron akan melengkapi perkembangan endometrium yang telah dilakukan oleh estrogen, dengan membentuk jalinan pembuluh darah  serta menstimulasi sekresi glikogen oleh sel endometrium. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan uterus (rahim) dalam proses implantasi zigot kalau konsepsi terjadi. Itulah sebabnya fase ini disebut dengan fase sekretorik atau fase progestasional. Pada waktu ovum tidak dibuahi, konsepsi tidak terjadi, korpus luteum akan berdegenerasi dan akhirnya memasuki fase menstruasi kembali yang ditandai dengan perdarahan pada bulan berikutnya. (Click this to see menstruation cycle video... Indonesia Version)

Tuesday, March 27, 2012

PERCOBAAN RANDOM TERAPI PENGGANTI NIKOTIN TEMPEL PADA KEHAMILAN

Written By: Tim Coleman, M.D., Sue Cooper, Ph.D., James G. Thornton, M.D.,
Matthew J. Grainge, Ph.D., Kim Watts, Ph.D., John Britton, M.D., and Sarah Lewis, Ph.D.,
for the Smoking, Nicotine, and Pregnancy (SNAP) Trial Team*
Based On: Original Article Of NEJM
Translated By: Fitria Ningsih M.D

ABSTRAK
BACKGROUND
Terapi pengganti nikotin efektif dalam penghentian kebiasaan merokok di luar kehamilan dan direkomendasikan secara luas penggunaannya selama kehamilan. Pada penelitian ini, kami melakukan penelitian mengenai manfaat dan keamanan penggunaan terapi pengganti nikotin tempel selama kehamilan.
METODE
Kami merekrut sampel dari tujuh rumah sakit di Inggris yang berumur 15-50 tahun dengan umur kehamilan 12-24 minggu masa gestasi yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak lima atau lebih batang rokok per-hari. Sampel secara random mendapatkan terapi penghentian kebiasaan ini dengan penggantian nikotin tempel secara aktif selama 8 minggu (15 mg per-16 jam) atau tempelan plasebo yang sesuai. Hasil primer didapatkan dari awal penghentian merokok (mulainya penelitian) sampai proses persalinan, yang diukur dengan pengukuran karbon monoksida melalui ekshalasi atau kadar kortinin saliva. Keamanan pengobatan diperiksa dengan monitoring efek merugikan yang ditemukan pada kehamilan dan persalinan.
HASIL
Dari 1050 sampel, 521 sampel secara random ditetapkan mendapatkan terapi pengganti nikotin dan 529 sampel merupakan plasebo. Tidak terdapat perbedaan signifikan dalam kelajuan penghentian merokok dari awal penelitian sampai persalinan antara kelompok yang mendapatkan terapi pengganti nikotin dan kelompok plasebo (9.4% dan 7.6% secara berurutan; nilai odd rasio tidak berubah pada kelompok terapi pengganti nikotin, sebesar 1,29; Confidence interval 95%, 0.82-1.96). Meskipun kelajuan kelompok pengganti nikotin lebih tinggi 1 bulan dibandingkan kelompok plasebo (21.3% vs. 11.7%). Nilai komplians rendah, hanya 7.2% pada kelompok wanita yang ditetapkan mendapat terapi pengganti nikotin dan 2.8% pada kelompok plasebo yang menggunakan tempelan lebih dari 1 bulan. Kelajuan efek samping kehamilan dan persalinan sama pada kedua kelompok.
KESIMPULAN
Penggunaan nikotin tempel (15 mg per-16 jam) untuk penghentian kebiasaan merokok pada wanita perokok selama kehamilan tidak meningkatkan laju penghentian merokok secara signifikan dari awal penelitian sampai persalinan atau tidak meningkatkan resiko merugikan terhadap kehamilan dan persalinan. Meskipun demikian, oleh karena nilai laju komplians yang rendah secara substansial membatasi pemeriksaan keamanan obat. (Penelitian ini dibiayai oleh the National Institute for Health Research Health Technology Assessment Programme; Percobaan terkontrol terbaru dengan nomor: ISRCTN07249128.)

Merokok dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab morbiditas dan kematian pada ibu dan anak yang dapat dicegah. Efek samping kehamilan dan kelahiran yang terjadi oleh karena merokok berupa abrupsi plasenta, keguguran, kelahiran prematur, berat bayi lahir rendah, kelainan kongenital dan kematian neonatal atau bayi secara tiba-tiba. Pravalensi merokok selama kehamilan adalah antara 13% dan 25% pada negara dengan pendapatan besar, yang meningkat secara cepat pada negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Penghentian merokok selama kehamilan penting untuk kesehatan maternal dan janin.
Sebuah penelitian meta-analisis memperlihatkan bahwa dengan dukungan perilaku penghentian merokok dapat membantu wanita hamil untuk berhenti merokok, yang meningkatkan manfaat saat persalinan. Meskipun demikian, pertimbangan tidak pasti mengenai apakah pengobatan yang telah memperlihatkan peningkatan laju penghentian merokok pada wanita non-pregnan juga efektif selama kehamilan. Masalah teratogenisitas potensial telah mencegah percobaan klinik vareniklin dan bupropion. Beberapa masalah pada penggunaan rokok kurang ditekan dengan terapi pengganti nikotin, karena terapi ini hanya berisi nikotin, sedangkan rokok tidak hanya mengandung bahan tersebut namun juga mengandung bahan-bahan toksin lainnya.
Terdapat sebuah persetujuan umum yang menyatakan bahwa terapi pengganti nikotin ini kemungkinan kurang berbahaya dibandingkan perilaku merokok itu sendiri, dan penggunaannya dalam kehamilan direkomendasikan oleh beberapa guideline penghentian merokok dalam kehamilan. Belum terdapat bukti cukup kuat yang dapat mendukung rekomendasi ini. Dari percobaan klinik terbaru didapatkan bahwa terapi pengganti nikotin dalam kehamilan kurang bisa menentukan apakah terapi ini bersifat efektif atau cukup aman dalam kehamilan, kemudian rasio resiko pada kelompok penghentian kebiasaan merokok dalam kehamilan yang diperoleh pada penelitian metanalisis ini juga tidak meyakinkan (rasio resiko, 1.63; confidence interval (CI) 95%, 0.85-3.14). Kami melakukan sebuah penelitian bersifat random, double-blind, multicentre, plasebo terkontrol dalam kelompok paralel untuk menilai manfaat dan dosis standar aman penggunaan terapi pengganti nikotin tempel untuk penghentian merokok jangka panjang selama kehamilan.

METODE
Populasi Penelitian
Kami merekrut wanita hamil yang akan mengikuti percobaan, dari mei 2007 dan februari 2010. Sampel wanita tersebut berumur 16-50 tahun, dengan umur kehamilan 12-24 minggu masa gestasi, riwayat jumlah rokok yang diisap sebanyak 10 atau lebih batang rokok per-hari sebelum kehamilan, kemudian saat ini jumlah rokok yang digunakan sebanyak 5 atau lebih batang rokok per-hari, dan memiliki kadar konsentrasi karbon monoksida ekshalasi paling tidak sebesar 8 ppm. Sampel direkrut pada saat melakukan pemeriksaan USG antenatal di tujuh rumah sakit di midland timur (Inggris). Selain itu, juga disebarkan poster pada klinik ini dan pada unit penghentian kebiasaan merokok. Pendaftaran dilakukan setelah diskusi dengan bidan peneliti. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini berupa kelainan janin mayor, ketidakmampuan dalam melakukan inform konsen, ketergantungan alkohol, dan kontraindikasi terhadap penggunaan terapi pengganti nikotin (contohnya; riwayat penyakit serebrovaskular atau serangan iskemia sementara [TIA], penyakit kulit  general kronik atau sensitif terhadap tempelan nikotin).

PROTOKOL PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian ini mengikuti protokol publikasi, yang diakui oleh Komite Etika Penelitian Universitas Oxford dan full teks protokol tersebut dapat ditemukan pada NEJM.org. Penulis pertama menjamin keakuratan dan kelengkapan data yang dilaporkan serta kebenaran penelitian yang sesuai dengan protokol. Dalam penelitian ini, kami bekerja sama dengan bidan. Bidan dilatih skill dalam memberikan dukungan perilaku terhadap sampel berdasarkan pada standar nasional, dengan menggunakan manual yang berisi pedoman dari ahli trainer British mengenai pendekatan penghentian kebiasaan merokok. Manual ini dibuat dari kumpulan beberapa percobaan pengobatan penghentian merokok yang dipercaya relevan terhadap para perokok British.
Pada pendaftaran, bidan memberikan dukungan perilaku terhadap sampel selama lebih dari 1 jam, dan sampel sepakat mengenai waktu mulainya percobaan dan mengikutinya dalam 2 minggu; follow up diatur dari waktu awal percobaan. Setelah itu, sampel ditetapkan secara random mendapatkan terapi pengganti nikotin tempelan transdermal selama 4 minggu (dosis 15 mg per 16 jam), begitupun juga pada kelompok plasebo percobaan dimulai pada waktu tersebut (semua obat dalam penelitian dibeli dengan harga pasar dari perusahaan farmasi). Satu bulan setelah awal percobaan, penilaian dilakukan dengan pemeriksaan konsentrasi karbon monoksida secara ekshalasi dengan standar nilai kurang dari 8 ppm, yang kemudian ditetapkan mendapatkan tempelan kembali untuk masa 4 minggu berikutnya.
Selain itu, untuk mendukung percobaan saat pendaftaran, bidan melakukan tiga sesi dukungan perilaku melalui telepon terhadap sampel: sesi pertama pada awal pengobatan, satu sesi pada 3 hari setelahnya, satu sesi pada minggu ke-4. Wanita yang mengumpulkan hasil percobaan setelah pengobatan bulan kedua dari kedua kelompok sampel juga melakukan pertemuan face-to-face dengan bidan sebagai salah satu bentuk dukungan dalam penghentian merokok. Hal ini dilakukan tepat pada saat pengumpulan tersebut. Sampel juga akan ditawari dukungan tambahan dari unit pelayanan penghentian merokok nasional dan dapat meminta dukungan tambahan tersebut kepada bidan ataupun staf penghentian merokok, dukungan ini dilakukan berdasarkan manual.

RANDOMISASI
Kriteria eligible dimasukkan ke dalam database online unit percobaan klinik Nottingham sebelum randomisasi, yang dilakukan dengan menggunakan komputer. Susunan randomisasi sampel dilakukan dengan stratifikasi dari tempat rekrutmen. Dengan cara yang sama pada kedua kelompok, paket penelitian tempel disalurkan, serta semua sampel dan personel penelitian tidak mengetahui mengenai penetapan kelompok dalam penelitian ini.

PENGUMPULAN DATA
Pada pangkalan penelitian, sampel saliva dikumpulkan untuk pengukuran kortinin, diikuti dengan pengumpulan data lainnya berupa: nilai indeks beratnya merokok (yang mengukur skala kecanduan nikotin dari 0-6, dengan skor tertinggi mengindikasikan kecanduan berat), umur, dan jumlah rokok yang digunakan sebelum kehamilan, status pasangan (merokok/tidak), umur kehamilan, ras atau kelompok etnik, umur saat menyelesaikan sekolah, paritas, riwayat penggunaan terapi pengganti nikotin selama kehamilan sebelumnya, tinggi, dan berat. Pada bulan pertama, bidan akan menanyakan melalui telepon mengenai status merokok, meliputi penggunaan terapi tempelan penelitian dan beberapa terapi pengganti nikotin yang dilakukan diluar percobaan, serta apakah dukungan perilaku tambahan juga didapatkan. Wanita yang dilaporkan tidak merokok dikunjungi untuk diperiksa kebenarannya dengan melakukan pengukuran konsentrasi karbon monoksida melalui ekshalasi; sedangkan wanita yang tidak dikontak melalui telepon dikirimkan kuesioner melalui mail. Ketika wanita ditetapkan sebagai sampel yang sulit menghentikan kebiasaan merokok, sesegera mungkin setelahnya, bidan memastikan status merokoknya dan menanyakan tentang penggunaan terapi tempelan yang diberikan (dan beberapa pertanyaan diluar penelitian) serta dukungan perilaku tambahan. Wanita yang dilaporkan pantang merokok dalam 24 jam dilakukan pemeriksaan konsentrasi karbon monoksida ekshalasi dan pemeriksaan kortinin saliva. Dalam kontak telepon, semua sampel ditanyakan mengenai efek samping yang dirasakan. Rekam medis juga mencatat efek samping yang didapatkan setiap bulan dan juga memeriksa efek samping yang didapatkan oleh maternal dan bayi setelah persalinan sebagai hasil penelitian. Kategori efek samping serius berupa kematian maternal, janin, dan bayi. Kami tidak memasukkan perawatan di rumah sakit sebagai kategori efek samping serius (khusus untuk sampel yang dicurigai pekerja), karena hal tersebut jarang ditemukan dalam kehamilan. Namun, kami memasukkan hal tersebut tersebut ke dalam kategori lainnya, yakni pada kategori efek samping tidak serius.

HASIL
Hasil primer berupa laporan penghentian merokok sejak mulainya penelitian sampai persalinan bayi, dibenarkan dengan menggunakan pemeriksaan konsentrasi karbon monoksida secara ekshalasi dan pemeriksaan kadar kortinin saliva. Hasil sementara, laporan bahwa penghentian merokok lebih dari 5 batang rokok dari jumlah total kebiasaan sebelumnya diizinkan (jarang terjadi). Pemeriksaan kebenaran laporan tersebut harus dilakukan (dengan pemeriksaan kadar konsentrasi karbon monoksida secara ekshalasi dan kadar kortinin saliva), namun jika kedua pemeriksaan tersebut telah ada, pemeriksaan tersebut tetap dilakukan untuk menggambarkan kemajuan penghentian merokok sebagai hasil primer penelitian, dengan nilai konsentrasi karbon monoksida ekshalasi sebesar <8 ppm dan kadar kortinin saliva sebesar < 10 ng per-mm.
Hasil pemeriksaan sekunder termasuk penghentian merokok selama 1 bulan, hasil didapatkan dari laporan sampel  yang dilakukan selama persalinan, penghentian merokok dilakukan selama 1 bulan sampai saat persalinan, dan dilanjutkan dengan pemeriksaan kebenaran (validasi) yang dilakukan pada lebih dari 24 jam sebelum persalinan. Kami juga melaporkan hasil penghentian merokok selama 1 bulan, yang divalidasikan dengan pemeriksaan konsentrasi karbon monoksida, meskipun hasil ini tidak spesifik berdasarkan protokol asli. Hasil persalinan yang kami laporkan pada penelitian ini berupa: keguguran (kematian janin <24 minggu masa gestasi), dan kelahiran mati (kematian janin ≥ 24 minggu masa gestasi), kematian neonatus (yang didefinisikan sebagai kematian janin dari lahir sampai umur 28 hari), kematian neonatus akhir (definisikan sebagai kematian janin antara umur 29 hari dan 2 tahun), berat lahir (berdasarkan skor Z), Apgar skor pada 5 menit, pH arteri darah umbilikus, umur gestasi waktu persalinan, perdarahan intraventrikuler, enterokolitis nekrotik, konvulasi neonatus, kelainan kongenital, kematian maternal, jenis persalinan, hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg yang diukur 2 kali atau lebih selama ANC rutin, tanpa memperhatikan riwayat tekanan darah sebelum kehamilan), riwayat perawatan bayi di neonatal intensif care unit (dengan atau tanpa penggunaan ventilator), dan terminasi kehamilan (dengan alasan yang tercatat).

Analisis Statistik
Kami mengkalkulasikan bahwa pendaftaran 1050 peserta akan memberikan kekuatan hasil penelitian sebesar 93% dengan kadar signifikansi sebesar 5% dalam mendeteksi perbedaan absolut pada titik 9 pesentase pada kelajuan hasil primer antara kedua kelompok. Kami mengantisipasi laju penghentian merokok sebesar 16% pada kelompok plasebo, dengan dasar observasi 10% dari wanita hamil perokok berhenti merokok karena kebiasaan setelah kunjungan ANC pertama yang dilakukan dengan dukungan perilaku, sample lainnya sekitar 6-7% keluar dari penelitian. Kami juga mendeteksi efek pengobatan terhadap terapi pengganti nikotin tempel pada kehamilan (Odd rasio untuk penghentian, dibanding plasebo sebesar 1.74; CI 95%, 1.57-1.93), memberikan proyeksi laju penghentian sebesar 25% pada kelompok pengganti nikotin.
Analisis penelitian dilakukan dengan dasar tujuan untuk pengobatan; terdapat peserta yang data hasil penelitiannya hilang karena beberapa alasan, dianggap tidak bisa menghentikan kebiasaan merokoknya. Proporsi wanita yang dilaporkan menghentikan kebiasaan merokok jangka panjang sebelum persalinan pada kedua kelompok penelitian dibandingkan dengan menggunakan regresi logistik, dengan penetapan berdasarkan pusat rekrutmen. Nilai signifikansi statistik telah diperiksa dengan menggunakan pemeriksaan rasio-kemungkinan. Kami merencanakan analisis sekunder dengan penetapan kadar baseline kortinin saliva, standar pendidikan maternal, dan status merokok pasangan yang merupakan faktor prognostik potensial yang penting. Hasil penghentian merokok dianalisis dengan cara yang sama. Hasil penelitian terhadap janin dan maternal dibandingkan dengan dasar tujuan untuk pengobatan. Hasil penelitian janin, analisis primer dilakukan untuk persalinan tunggal, dan kami melakukan analisis sensitivitas yang meliputi kelahiran kembar untuk memenuhi pengklasifikasian hasil.
Untuk hasil persalinan kembar, odd rasio diperoleh dengan menggunakan regresi logistik berdasarkan penetapan pusat rekrutmen, dan juga dengan menggunakan pemeriksaan rasio-kemungkinan (ketika jumlah persalinan kembar tersebut kecil, kami melakukan pemeriksaan Fisher dan tidak melakukan stratifikasi berdasarkan pusat). Untuk hasil berkelanjutan, kami membandingkan hasil penelitian dari setiap kelompok, dengan penetapan dari pusat, dengan menggunakan regresi multiple linear.

HASIL
Gambar 1
Dari 2410 wanita yang tertarik dengan penelitian ini, 1051 (43,6%) mengalami randomisasi; 521 ditetapkan mendapatkan terapi pengganti nikotin, dan 530 ditetapkan dalam kelompok plasebo (gambar 1). Satu wanita didaftarkan sebanyak dua kali; dimana pendaftaran keduanya (pada kelompok plasebo) dihilangkan, sehingga jumlah peserta penelitian menjadi 1050 orang (529 pada kelompok plasebo). Dari 1050 kehamilan, 1038 merupakan kehamilan tunggal dan 12 kehamilan kembar.
Tabel 1
Laju follow-up sama pada kedua kelompok. Pada bulan pertama, 856 wanita (81.5%), datanya diperoleh melalui: 592 (69.2%)  dilakukan melalui telepon atau kuesioner mail, dan 264 (30.8%) melalui pemeriksaan face-to face dengan bidan. Pada waktu persalinan, didapatkan data sebanyak 981 (93.4%). Hal ini karena 56 sampel (5.3%) keluar dari follow-up atau mengundurkan diri dari persetujuan, dan 13 (1.2%) mengalami keguguran termasuk satu (terminasi elektif) yang tidak ditanyakan mengenai hasil penghentian merokoknya. Sebagian besar sampel meminta pemeriksaan kebenaran terhadap status merokoknya. Pada saat persalinan, laju kebenaran (validasi) penelitian sebesar 89% (58 dari 65 wanita) pada kelompok pengganti nikotin dan 92% (45 dari 49 wanita) pada kelompok plasebo; pada follow up 1 bulan setelah penggunaan terapi, lajunya sebesar 89% (116 dari 131 wanita) dan 85% (63 dari 74 wanita), secara berurutan. Kepastian hasil yang didapatkan lebih lengkap untuk hasil persalinan dibandingkan hasil penghentian merokok (gambar 1). Semua peserta pada kedua kelompok memiliki karakteristik demografik yang sama (tabel 1). Wanita yang didaftarkan merupakan perokok berat; diperkirakan 1/3nya merokok dalam 5 menit setelah bangun tidur, dan nilai median jumlah rokok yang diisap adalah sebanyak 14 batang.
Laju komplians rendah pada kedua kelompok. Hanya 7.2% (35 dari 485) pada kelompok yang ditetapkan mendapatkan terapi pengganti dan 2.8% (14 dari 496) yang ditetapkan dalam kelompok plasebo yang melakukan percobaan pengobatan lebih dari 1 bulan; laju penggunaan terapi pengganti nikotin di luar penelitian sangat rendah. Sebagian besar sampel tidak melakukan kontak tambahan, begitu pula dengan pemeriksaan face-to face atau melalui mail dengan penasehat penghentian merokok. Sebaliknya, jumlah frekuensi kontak dengan penasehat penghentian merokok (melalui diskusi face-to-face, dan mail) sama pada kedua kelompok. Begitu juga dengan jumlah kontak telepon, sama pada kedua kelompok (jumlah median pada kedua kelompok adalah 2).
Tabel 2
Laju penghentian merokok jangka panjang pada kelompok terapi pengganti nikotin adalah sebesar 9.4% dan 7.6% pada kelompok plasebo (odd rasio untuk kelompok yang menggunakan terapi pengganti nikotin sebesar 1.26; CI 95%, 0.82-1.96) (tabel 2). Untuk penghentian yang tidak diukur kebenarannya, terdapat laju perbedaan yang lebih besar namun tidak signifikan yakni: 12.5% pada kelompok dengan terapi pengganti nikotin versus 9.3% pada kelompok plasebo (odd rasio, 1.40; CI 95%, 0.94-2.07). Setelah 1 bulan, nilai laju kebenaran penghentian merokok meningkat secara signifikan pada kelompok pengganti nikotin dibanding pada kelompok plasebo (21.3% vs 11.7%; odd rasio, 2.05; CI 95%, 1.46-2.88).  Hasil analisis sama dengan penemuan terhadap hasil tersebut.
Tabel 3
Untuk kelahiran tunggal, nilai mean dari berat badan lahir, laju kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan kelainan kongenital adalah sama pada kedua kelompok penelitian (tabel 3). Meskipun demikian, terdapat perbedaan signifikan persalinan caesar pada kelompok yang melalukan terapi dibandingkan pada kelompok plasebo (20.7 vs. 15.3). Hasil analisis untuk bayi kembar sama pada kedua kelompok. Laju efek samping yang didapatkan pada kedua kelompok juga sama (tabel 4).


DISKUSI
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian nikotin tempel (dosis 15 mg per-16 jam), yang merupakan pendekatan efektif dalam penghentian merokok pada perokok non-pregnan, tidak lebih efektif penggunaannya pada wanita hamil dengan umur kehamilan 12-24 masa gestasi dibanding plasebo, meskipun laju penghentian merokok lebih besar pada kelompok yang menggunakan terapi dibandingkan kelompok plasebo. Tidak terdapat bukti bahwa terapi pengganti nikotin memiliki keuntungan lainnya ataupun efek merugikan dalam hasil persalinan.
Sebaliknya, penemuan pada saat persalinan diketahui bahwa terdapat peningkatan laju penghentian merokok pada kelompok yang menggunakan terapi pengganti nikotin selama 1 bulan yang sama hasilnya pada kelompok perokok non-pregnan yang menggunakan terapi yang sama. Tidak adanya efek penggunaan signifikan dari terapi pengganti nikotin jangka panjang terhadap penghentian merokok karena laju ketaatan penggunaan terapi rendah. Survei populasi menunjukkan bahwa terdapat 54% pengguna terapi pengganti tidak melanjutkan pengobatan dalam 1 bulan, penyebabnya kebanyakan karena mereka kembali merokok atau karena mereka meyakini bahwa terapi tidak bekerja. Sama dengan percobaan, ketaatan sampel yang menggunakan terapi biasanya rendah karena sampel biasanya berhenti menggunakan terapi ini ketika mereka kembali merokok. Dua percoban yang melibatkan wanita hamil yang menggunakan terapi nikotin tempel pada dosis yang sama menunjukkan laju ketaatan yang rendah; pada percobaan pertama, penggunaan tempelan selama 2 minggu, dan percobaan kedua durasi penggunaan terapi tempelnya adalah 3 minggu. Pada sebuah percobaan yang menilai manfaat nikotin dalam permen karet (2 mg) memiliki hasil yang sama dengan penelitian kami, permen karet digunakan rata-rata lebih dari 5 minggu.
Tidak ditemukan efek samping dari penghentian pengobatan. Pada percobaan kami, efek samping karena penghentian pengobatan adalah sebesar 8.8% pada wanita; pada percobaan sebelumnya laju penghentian pengobatan sebesar 12% (untuk nikotin permen karet) dan 4.4% untuk nikotin tempel atau plasebo. Laju ketaatan yang rendah dapat dilihat dari peningkatan kadar pembersihan (clearance) nikotin dan kortinin selama kehamilan; nilai peningkatannya sebesar 60% dan 140% secara berurutan yang telah dilaporkan terjadi pada 25 minggu masa gestasi. Pada sampel yang menggunakan terapi pengganti nikotin terjadi penurunan kadar nikotin dalam tubuhnya dan dapat meningkatkan gejala karena penghentian merokok. Hal ini kemungkinan terjadi karena penggunaan terapi pengganti nikotin secara konsisten memperbaiki gejala yang timbul karena penggunaan rokok dan efektif penggunaanya selama kehamilan, dengan dosis yang lebih tinggi dibutuhkan. Meskipun demikian, percobaan ini tidak memasukkan pemeriksaan kadar metabolisme nikotin dan tidak memeriksa gejala yang timbul karena penghentian merokok, dan faktor lainnya dibandingkan peningkatan metabolisme yang menggambarkan laju ketaatan terapi pengganti nikotin yang rendah pada penelitian kami dan penelitian lainnya yang sama.
Kami menggunakan pengukuran hasil utama berupa: penghentian merokok antara awal waktu penelitian sampai persalinan, dengan penilaian kebenaran saat persalinan. Percobaan sebelumnya menunjukkan penggunaan titik pravalensi penghentian lebih dari 7 hari setelah penghentian merokok sebagai hasil pengukuran primer, namun perilaku merokok dalam kehamilan cukup beragam, dan beberapa wanita mengundurkan diri dan kembali ke kebiasaan merokoknya. Sebagai konsekuensi, pengukuran titik pravalensi secara umum mengindikasikan laju pengunduran diri yang lebih tinggi namun lebih rendah dibandingkan dengan pengukuran penghentian merokok jangka panjang untuk menggambarkan keadaan maternal secara akurat dan eksposure fetus terhadap toksin rokok selama kehamilan. Beberapa pengukuran stabil dilakukan pada penelitian kami, sehingga memiliki hasil yang hampir sama dengan hasil klinik. Hal ini juga karena kami melakukan validasi beberapa laporan penghentian merokok ketika wanita telah keluar dari rumah sakit setelah persalinan, beberapa sampel yang telah berhenti merokok saat hamil kemungkinan mulai kembali merokok pada waktu itu, mengurangi laju pemberhentian merokok secara keseluruhan. Meskipun hasil yang didapatkan sama pada kedua kelompok penelitian, hal ini tidak akan berefek terhadap penemuan.
Penggunaan terapi pengganti nikotin pada kelompok plasebo di luar penelitian kemungkinan tidak dapat menjelaskan efek penghentian merokok jangka panjang dengan terapi nikotin tempel yang dilakukan pada penelitian ini, karena hanya 2.2% wanita yang ditemukan pada kelompok plasebo (dan 2.5% pada kelompok wanita yang menggunakan terapi pengganti nikotin) dilaporkan menggunakan terapi pengganti nikotin tempel selama lebih dari 20 hari di luar waktu penelitian. Lebih lanjut, laju follow up sama tingginya pada kedua kelompok dan laju dukungan perilaku tambahan sama, sehingga bias pada kedua kelompok tidak terdapat perbedaan dalam hal penerimaan besarnya dukungan, kemungkinan dapat menjelaskan penemuan ini. Tingkat dukungan perilaku yang ditemukan pada penelitian kami sama dengan yang dididapatkan pada percobaan penggunaan terapi nikotin tempel dengan dukungan intensitas rendah yang dilakukan pada subyek non-pregnant, dimana terapi pengganti nikotin ditemukan efektif (rasio resiko, 1.78; CI 95%, 1.49-2.12).
Tabel 4
Laju efek samping sama pada kedua kelompok (tabel 4), dengan pengecualian laju lebih tinggi pada persalinan caesar di kelompok dengan terapi pengganti nikotin tempel yang merupakan sebuah penemuan yang tidak diharapkan dan menjadi tantangan dalam penelitian ini. Meskipun demikian, kehati-hatian dijamin dalam interpretasi penghentian merokok karena penggunaan terapi pengganti nikotin, sebagai indikasi keamanan penggunaan terapi, yang menggambarkan laju ketataatan terapi pengganti nikotin yang rendah dan fakta bahwa sejumlah sampel yang lebih besar dibutuhkan untuk memeriksa efek terapi secara komprehensif pada persalinan. Kesukaran penghentian kebiasaan merokok, ditambah dengan kurangnya manfaat penggunaan terapi pengganti nikotin pada wanita hamil (meskipun terapi ini memperlihatkan manfaatnya diluar kehamilan), menstimulasi inisiasi percobaan random dari terapi pengganti nikotin dengan dosis yang lebih tinggi pada wanita hamil.
Percobaan ini, empat kali lebih besar dibandingkan penelitian yang sama sebelumnya. Penelitian sebelumnya, percobaannya lebih kecil, juga telah menguji dosis standar terapi pengganti nikotin setelah minggu ke-12 masa gestasi. Penelitian kami memperlihatkan tidak terdapat peningkatan signifikan dalam kelajuan penghentian merokok selama kehamilan setelah penambahan terapi pengganti nikotin tempel, pada dosis 15 mg per-16 jam, untuk mendukung penghentian merokok. Bersamaan dengan tujuan sebelumnya dan penundaan data yang ada menunjukkan terdapat manfaat terapi dengan dosis yang lebih tinggi pada wanita hamil. Penemuan ini menganjurkan bahwa pedoman penghentian merokok dalam kehamilan harus direvisi, dengan menganjurkan penggunaan terapi ini hanya dilakukan berdasarkan jaminan bukti spesifik.
REFERENSI
1. Smoking and the young: a report of a working party of the Royal College of Physicians.London: Royal College of Physicians, 1992.
2. Rogers JM. Tobacco and pregnancy: overview of exposures and effects. Birth Defects Res C Embryo Today 2008;84:1-15.
3.Cnattingius S. The epidemiology of smoking during pregnancy: smoking prevalence, maternal characteristics, and pregnancy outcomes. Nicotine Tob Res 2004; 6:Suppl 2:S125-S140.
4. Bolling K. Infant Feeding Survey 2005: early results. Leeds, United Kingdom: National Health Service Information Centre for Health and Social Care, 2006 (http://www.ic.nhs.uk/pubs/breastfeed2005).
5. Report on the global tobacco epidemic  2008 the MPOWER package. Geneva:World Health Organization, 2008.
6. Lumley J, Chamberlain C, Dowswell T, Oliver S, Oakley L, Watson L. Interventions for promoting smoking cessation during pregnancy. Cochrane Database Syst Rev 2009;3:CD001055.
7. Cahill K, Stead LF, Lancaster T. Nicotine receptor partial agonists for smoking cessation. Cochrane Database Syst Rev 2007;1:CD006103.
8. Hughes JR, Stead LF, Lancaster T. Antidepressants for smoking cessation. Cochrane Database Syst Rev 2007;1: CD000031.
9. Stead LF, Perera R, Bullen C, Mant D, Lancaster T. Nicotine replacement therapy  for smoking cessation. Cochrane Database Syst Rev 2008;1:CD000146.
10. Benowitz NL, Dempsey DA, Goldenberg RL, et al. The use of pharmacotherapies for smoking cessation during pregnancy. Tob Control 2000;9:Suppl 3:III-91III-94.
11. Society for the Study of Addiction, treattobacco.net. Treatment guidelines (http://www.treatobacco.net/en/page_224.php).
12. Coleman T, Chamberlain C, Cooper S, Leonardi-Bee J. Efficacy and safety of nicotine replacement therapy for smoking cessation in pregnancy: systematic review and meta-analysis. Addiction 2011;106:52-61.
13. Coleman T, Thornton J, Britton J, et al. Protocol for the Smoking, Nicotine and Pregnancy (SNAP) trial: double-blind, placebo-randomised, controlled trial of nicotine replacement therapy in pregnancy. BMC Health Serv Res 2007;7:2.
14. Health Development Agency Expert Panel. Standard for training in smoking cessation treatments. London: Health Development Agency, 2003.
15. Windsor RA, Woodby LL, Miller TM, Hardin JM, Crawford MA, DiClemente CC. Effectiveness of Agency for Health Care Policy and Research clinical practice guideline and patient education methods for pregnant smokers in Medicaid maternity care. Am J Obstet Gynecol 2000;182:68-75.
16. SRNT Subcommittee on Biochemical Verification. Biochemical verification of tobacco use and cessation. Nicotine Tob Res 2002;4:149-59.
17. Heatherton TF, Kozlowski LT, Frecker RC, Rickert W, Robinson J. Measuring the heaviness of smoking: using self-reported time to the first cigarette of the day and number of cigarettes smoked per day. Br J Addict 1989;84:791-9.
18. West R, Hajek P, Stead L, Stapleton J. Outcome criteria in smoking cessation trials: proposal for a common standard. Addiction 2005;100:299-303.
19. Pocock SJ, Assmann SE, Enos LE, Kasten LE. Subgroup analysis, covariate adjustment and baseline comparisons in clinical trial reporting: current practice and problems. Stat Med 2002;21:2917-30.
20. Balmford J, Borland R, Hammond D, Cummings KM. Adherence to and reasons for premature discontinuation from stop-smoking medications: data from the ITC Four-Country Survey. Nicotine Tob Res 2011;13:94-102.
21. Pollak KI, Oncken CA, Lipkus IM, et al. Nicotine replacement and behavioral therapy for smoking cessation in pregnancy. Am J Prev Med 2007;33:297-305.
22. Wisborg K, Henriksen TB, Jespersen LB, Secher NJ. Nicotine patches for pregnant smokers: a randomized controlled study. Obstet Gynecol 2000;96:967-71.
23. Oncken C, Dornelas E, Greene J, et al. Nicotine gum for pregnant smokers: a randomized controlled trial. Obstet Gynecol 2008;112:859-67.
24. Hughes JR, Keely JP, Niaura RS, Ossip-Klein DJ, Richmond RL, Swan GE. Measures of abstinence in clinical trials: issues and recommendations. Nicotine Tob Res 2003;5:13-25. [Erratum, Nicotine Tob Res 2003;5:603.]
25. Munafò MR, Heron J, Araya R. Smoking patterns during pregnancy and postnatal period and depressive symptoms. Nicotine Tob Res 2008;10:1609-20.
26. Pickett KE, Rathouz PJ, Kasza K, Wakschlag LS, Wright R. Self-reported smoking, cotinine levels, and patterns of smoking in pregnancy. Paediatr Perinat Epidemiol 2005;19:368-76.
27. Pickett KE, Wakschlag LS, Dai L, Leventhal BL. Fluctuations of maternal smoking during pregnancy. Obstet Gynecol 2003;101:140-7.
28. Dempsey D, Jacob P III, Benowitz NL. Accelerated metabolism of nicotine and cotinine in pregnant smokers. J Pharmacol Exp Ther 2002;301:594-8.

Copyright © 2012 Massachusetts Medical Society.

LET’S EXPLORE OUR MEDICAL WORLD IN EXPERIANZA DOCTOR

Saturday, March 24, 2012

SISTEM REPRODUKSI MANUSIA PART 5


Pada sistem reproduksi manusia part 5 ini berisi informasi mengenai perkembangan pubertas secara normal baik pada male maupun female. Selain itu, juga dilengkapi dengan bentuk-bentuk kelainan pubertas yang memiliki singkronisasi dengan penjelasan perkembangan pubertas sebelumnya, sehingga memudahkan kita untuk memahami materi pubertas hingga skala klinis. Kemudian, sebagai penyempurna dari "Mr. Doctor Lesson" kali ini, berikut adalah informasi update yang berisi tentang perkembangan terbaru mengenai salah satu kelainan pubertas yang telah dipaparkan pada presentasi di atas. Informasi Update ini berdasarkan pada clinical practice journal of NEJM "New England Journal Medical" (edisi februari 2012), yang merupakan salah satu sumber jurnal terpercaya bagi semua kalangan dokter. Final from the editor... This is... the Informasi Update... 

SISTEM REPRODUKSI MANUSIA PART 5


Tahap Perkembangan Pubertas Male Sistem Tanner & Marshall.png
Tahap Pertumbuhan Rambut Pubis Male.png

Tahap Perkembangan Genital Sistem Tanner & Marshall.png


Tahap Perkembangan Pubertas Female Sistem Tanner & Marshall.png


Tahap Perkembangan Payudara Female Sistem Tanner & Marshall.png

Pertumbuhan Rambut Pubis Female Sistem Tanner & Marshall.png

Algoritme Penanganan Keterlambatan Pubertas.png

DISFUNGSI DIAFRAGHMA

Sunday, March 18, 2012

SISTEM REPRODUKSI MANUSIA PART 4



Open Animation In New Window:
Sistem Reproduksi Male

SISTEM REPRODUKSI MANUSIA PART 4

Anatomi Makro Sistem Reproduksi Male.png

Anatomi Mikro Ovarium.png

Anatomi Mikro Sistem Reproduksi Male.png

Anatomi Mikro Testis.png

Perkembangan Folikel Selama Masa Menstruasi.png

Spermatogenesis.png

Oogenesis.png