Author: Julian Mackay-Wiggan, MD; Chief Editor: Dirk M. Elston, MD. MEDSCAPE
Translated By Fitria Ningsih, MD
OVERVIEW
Sebagai sebuah metode dalam penutupan luka, tehnik menjahit jaringan telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Meskipun saat ini, tehnik dan bahan dalam melakukan penjahitan telah mengalami perubahan, tujuan tindakan ini tetap sama yakni menutup ruang mati, mendukung dan memperkuat luka sampai terjadi penyembuhan dan meningkatkan kekuatan kerenggangan luka sampai kira-kira mendapatkan hasil estetika dan fungsional yang memuaskan, serta meminimalkan resiko perdarahan dan infeksi.
Tehnik menjahit yang sesuai dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang baik dalam pembedahan kulit. Hasil postoperasi dengan desain tertutup yang cantik dapat membahayakan jika tehnik jahitan yang dipilih tidak benar atau jika jahitannya terlalu sedikit. Sebaliknya, jika jahitannya terlalu banyak juga tidak bisa dibenarkan. Selain itu, insisi yang kurang baik pada kulit dengan tujuan untuk meregangkan garis tegangan kulit dan pengangkatan jaringan yang terlalu banyak serta perkiraan batas yang tidak adekuat dapat membatasi tindakan ahli bedah dalam penutupan luka dan penjahitan. Pegang jaringan secara hati-hati dan lembut karena dapat mengoptimalkan penyembuhan luka.
Pemilihan tehnik jahitan tergantung pada jenis dan lokasi anatomi luka, ketebalan kulit, derajat ketegangan, dan hasil kosmetik yang diinginkan. Penempatan jahitan yang baik membutuhkan perkiraan batas luka yang tepat, yang membantu meminimalkan dan menyebarkan tegangan kulit. Eversi luka penting dilakukan untuk memaksimalkan perkiraan bagian epidermal kulit. Eversi ini dilakukan untuk meminimalkan resiko pembentukan scar sekunder dan kontraksi jaringan selama penyembuhan. Biasanya, inversi tidak dilakukan dan hal ini tidak menurunkan resiko hipertrofi scar pada pasien yang rentan dengan resiko ini. Eliminasi ruang mati, pemulihan bentuk anatomi alami, dan meminimalkan bekas jahitan juga penting dalam mengoptimalkan hasil kosmetik dan fungsional luka.
Pada artikel ini, tehnik menjahit yang dipaparkan merupakan tehnik penjahitan pada kulit. Selain itu, artikel ini juga menjelaskan mengenai tehnik penempatan jahitan, indikasi pemilihan satu tehnik yang dibandingkan dengan tehnik lainnya, serta keuntungan dan kerugian tiap jenis jahitan. Umumnya lebih dari satu jenis jahitan yang digunakan untuk penutupan luka. Setelah membaca artikel ini, pembaca akan memahami bagaimana dan mengapa suatu tehnik jahitan dipilih dan pengetahuan metode dasar mengenai penempatan tiap jahitan.
PRINSIP DASAR MENJAHIT JARINGAN
Beragam material benang dan needle telah tersedia saat ini. Pilihan benang dan needle ini dibedakan berdasarkan lokasi lesi, ketebalan kulit, dan jumlah tegangan pada luka (dapat dibaca pada artikel pengenalan instrumen bedah minor dasar). Untuk semua jenis benang dan needle, tehnik pemegangan needle holder, pergerakan needle, dan penempatan jahitan semuanya sama.
1. Needle
· Needle terdiri atas 3 bagian. Ujungnya berbentuk tajam dan berfungsi untuk penetrasi jaringan. Bodi merupakan bagian tengah needle. Bagian bawah merupakan bagian paling tebal yang merupakan tempat menempelnya benang.
· Pada pembedahan kulit, terdapat 2 jenis needle yang digunakan, yakni needle pemotong dan needle pemotong terbalik. Kedua jenis needle ini memiliki badan berbentuk segitiga. Needle pemotong memiliki batas tajam pada bagian dalam lengkungannya yang berhubungan langsung ke batas luka. Needle pemotong terbalik, memiliki batas tajam pada lengkungan luarnya yang berhubungan langsung dengan batas luka, yang menurunkan resiko tarikan benang pada jaringan. Untuk alasan ini, needle pemotong terbalik lebih sering digunakan pada pembedahan kulit jika dibandingkan dengan needle pemotong. (Lihat Gambar di bawah)
Gambar 1: Diagram Needle
2. Penempatan Jahitan
· Needle holder digunakan untuk menggenggam pada bagian distal badan needle, dengan jarak ½ - ¾ dari ujung needle, tergantung pada kenyamanan dokter. Needle holder ditekan dengan rapat sampai pada ratchet pertama. Needle holder jangan terlalu dirapatkan terlalu kuat, oleh karena dapat merusak needle dan needle holdernya. Needle dipegang secara vertikal dan longitudinal tegak lurus terhadap needle holder (lihat gambar di bawah).
Gambar 2: Needle dipegang secara vertikal dan longitudinal tegak lurus terhadap needle holder
· Penempatan needle yang salah pada needle holder dapat menyebabkan needle menekuk, susah dalam penetrasi kulit, serta sudut yang terbentuk saat penusukan jaringan tidak memuaskan. Needle holder digunakan dengan menggunakan ibu jari dan jari manis pada lubang handlenya dan dengan menempatkan jari telunjuk pada titik needle holder untuk mendapatkan stabilitas (lihat gambar di bawah). Pegangan alternatif, needle holder dipegang dengan menggunakan telapak tangan untuk meningkatkan keterampilan (lihat gambar yang dibawahnya).
Gambar 3: Needle holder dipegang dengan menggunakan ibu jari dan jari manis, dan jari telunjuk diletakkan pada titik istirahat instrumen.
Gambar 4: Needle Holder dipegang dengan menggunakan telapak tangan, untuk meningkatkan keterampilan.
· Saat penjahitan dilakukan, jaringan harus distabilisasi. Stabilisasi ini dapat mengunakan beragam alat misalnya klem jaringan baik yang bergigi maupun yang tidak atau skin hook yang dapat menggenggam jaringan dengan lembut. Pilihan penggunaan ini, tergantung pada kenyamanan dokter yang melakukan tindakan. Trauma yang besar harus bisa dihindari untuk mengurangi kemungkinan strangulasi jaringan atau nekrosis. Pinset dibutuhkan untuk menggenggam needle setelah penetrasi jaringan terjadi. Lepaskan terlebih dahulu needle holder, lalu genggam dan lakukan stabilisasi needle dengan piset. Manuver ini dapat menurunkan resiko kehilangan needle pada dermis atau jaringan subkutan. Manuver ini bermanfaat pada jahitan dengan needle kecil pada area bahu, dimana needle dengan ukuran yang besar dibutuhkan untuk jaringan ini oleh karena strukturnya yang keras.
· Saat penetrasi dilakukan, needle di tusuk dengan sudut 90 derajat terhadap kulit, dengan meminimalkan ukuran luka dan naikkan eversi pada batas kulit. Needle harus diinsersi pada titik 1-2 mm dari batas luka, bergantung pada ketebalan kulit. Kedalaman dan sudut jahitan bergantung pada tehnik jahitan yang digunakan. Secara umum, 2 bagian benang menjadi cermin, dan needle harus dikeluarkan secara tegak lurus dari permukaan kulit.
3. Menyimpul Ikatan
· Ketika jahitan telah diinsersi, harus dilakukan penyimpulan agar jahitan dapat terjaga. Instrumen benang yang digunakan adalah jenis benang yang sering digunakan pada tindakan bedah kulit. Penyimpulan dilakukan dengan cara tradisional. Pertama, ujung needle holder diputar searah jarum jam mengitari benang yang panjang sebanyak 2 kali putaran. Setelah itu, ujung needle holder digunakan untuk menggenggam bagian akhir benang yang pendek. Kemudian, bagian tersebut ditarik sepanjang benang yang panjang dengan melewati tangan, sehingga kedua bagian benang terletak saling menyilang dari garis jahitan. Selanjutnya, needle holder diputar kembali berlawanan jarum jam sebanyak satu kali mengitari benang yang panjang tadi, kemudian ujung needle holder ini menggenggam ujung benang yang pendek untuk dilewatkan pada lubang dan akhirnya benang tersimpul dengan sempurna.
· Benang diikat secukupnya kira-kira sesuai batas luka tanpa menekan jaringan. Kadang-kadang, meninggalkan sedikit lubang pada jahitan setelah ikatan kedua cukup membantu. Lubang kecil ini memudahkan jahitan sedikit mengembang dan bermanfaat dalam mencegah strangulasi jaringan oleh karena tekanan yang digunakan pada jahitan meningkat pada edema luka. Tergantung pada pilihan dokter, kemungkinan 1-2 penyimpulan bisa ditambahkan.
· Pengikatan jaringan secara berturut-turut sangat penting. Oleh karena itu, setiap jahitan diletakkan secara paralel terhadap jahitan sebelumnya. Prosedur ini penting dalam menjaga penyimpulan jahitan, yang kecil dan cenderung bersifat lebih lemah dibandingkan simpulan konvensional. Ketika jumlah penyimpulan telah sesuai, benang dapat dipotong (jika yang digunakan adalah jahitan interuptus, benang tetap digunakan) dan jahitan selanjutnya dapat dilakukan. (Lihat gambar di bawah).
Gambar 5: Penyimpulan Ikatan
INDIKASI
1. Jahitan Interuptus Sederhana
· Jahitan interuptus mudah dilakukan, memiliki kekuatan tegangan yang lebih baik, dan memiliki potensial yang rendah dalam menyebabkan edema dan kerusakan sirkulasi kulit. Jahitan ini juga dapat dimodifikasi oleh dokter sesuai dengan kebutuhan untuk meluruskan batas lukanya secara tepat agar memudahkan tindakan penjahitan.
· Kerugian dari jahitan ini adalah waktu yang dibutuhkan cukup panjang untuk insersi dan memiliki resiko lebih besar dalam meninggalkan bekas jahitan (membentuk seperti jalur kereta api). Resiko ini dapat diminimalkan dengan remove jahitan secepat mungkin untuk mencegah perkembangan jalur jahitan tersebut.
2. Jahitan Kontinu Sederhana
· Jahitan kontinu bermanfaat untuk luka yang berukuran panjang dimana tekanan luka telah diminimalisir dengan penempatan jahitan dalam yang sesuai dan perkiraan batas luka yang baik. Jenis jahitan ini juga dapat digunakan untuk menjaga terjadinya kerobekan atau ketebalan yang berlebihan pada penempelan kulit. Secara teoritis, tehnik jahitan kontinu sedikit menimbulkan scar jika dibandingkan dengan jahitan interuptus karena hanya beberapa penyimpulan yang dilakukan pada satu jahitan. Meskipun demikian, jumlah insersi needle pada kedua jahitan ini tetap sama.
· Manfaat dari jahitan ini termasuk insersi jahitannya cukup cepat dan perkiraan batas luka lebih tepat, jika dibandingkan dengan jahitan interuptus sederhana. Kerugiannya termasuk kemungkinan dapat meninggalkan bekas luka berupa tanda silang (crosshatching). Resiko dehisensi dapat terjadi jika bahan jahitan ruptur, kesulitan dapat terjadi pada penyesuaian kelurusan garis jahitan, dan dapat mengerutkan garis jahitan ketika jahitan dilakukan pada kulit yang tipis.
3. Jahitan Kontinu Terkunci
· Jahitan terkunci dapat meningkatkan kekuatan regangan; meskipun demikian, jahitan ini dapat digunakan pada luka dengan tekanan sedang atau pada jahitan yang membutuhkan hemostasis tambahan oleh karena pengeluaran darah dari batas luka.
· Jahitan ini dapat meningkatkan resiko kerusakan mikrosirkulasi di sekitar luka, dan dapat menyebabkan strangulasi jaringan jika jahitan terlalu kuat. Meskipun demikian, jenis jahitan ini harus dilakukan hanya pada daerah dengan vaskularisasi yang baik. Utamanya, jahitan ini bermanfaat pada kulit kepala atau sulkus postaurikuler, khususnya ketika hemostasis tambahan dibutuhkan.
4. Jahitan Matras Vertikal
· Jahitan matras vertikal digunakan khusus dalam memaksimalkan eversi luka, menurunkan ruang mati, dan menurunkan tekanan yang melewati luka. Kerugian jahitan ini adalah dapat meninggalkan bekas luka. Resiko tersebut lebih besar pada tehnik ini oleh karena peningkatan tekanan yang melewati luka dan terdapat empat titik masuk dan keluar dari setiap jahitan pada kulit.
· Rekomendasi waktu untuk remove jahitan ini adalah selama 5-7 hari (sebelum formasi jalur epitel selesai) untuk mengurangi resiko scar. Jika jahitan dilakukan pada tempat yang lebih panjang, Bolsters harus ditempatkan antara jahitan dan kulit untuk meminimalisir kontak. Kegunaan bolster adalah untuk meminimalkan strangulasi jaringan ketika luka membengkak sebagai respon pada edema postoperatif. Tempatkan tiap jahitan secara tepat dan ambil tusukan simetrik yang sangat penting dalam jahitan ini.
5. Jahitan Matras Vertikal Setengah Tenggelam
· Jahitan matras vertikal setengah tenggelam digunakan untuk tujuan kosmetik yang penting misalnya pada daerah wajah.
6. Jahitan Katrol
Jahitan katrol memberikan regangan batas luka yang lebih baik dan digunakan ketika menginginkan penutupan luka tambahan dikuatkan.
7. Jahitan Matras Vertikal Modifikasi Jauh-Dekat Dekat-Jauh
· Jahitan katrol digunakan ketika dibutuhkan perluasan jaringan, dan kemungkinan digunakan secara intraoperatif untuk tujuan ini. Jahitan ini juga bermanfaat ketika memulai penutupan luka yang berada di bawah tekanan signifikan. Dengan menggunakan jahitan katrol pertama, batas luka dapat diperkirakan, dengan demikian memudahkan untuk melakukan jahitan tenggelam.
· Ketika penutupan luka selesai, jahitan katrol kemungkinan diremove jika penyebaran tekanan lukanya cukup adekuat setelah melakukan jahitan tenggelam pada permukaan jahitan.
8. Jahitan Matras Horizontal
· Jahitan matras horizontal digunakan untuk luka dalam dengan tekanan tinggi karena jahitan ini memiliki eversi dan kekuatan luka. Jahitan ini digunakan sebagai jahitan menetap atau sebagai jahitan sementara pada batas luka, yang sesuai dengan penjahitan interuptus sederhana dan subkutikuler. Jahitan sementara ini dapat diremove setelah tekanan telah terdistribusi melewati luka.
· Jahitan matras horizontal dapat dibiarkan pada jaringan selama beberapa hari jika tekanan luka menetap setelah jahitan sisa dilakukan. Pada area dengan tekanan tinggi yang ekstrim memiliki resiko dehisensi, jahitan ini akan dibiarkan walaupun remove jahitan pada kulit telah dilakukan. Meskipun demikian, jahitan ini memiliki resiko tinggi untuk meninggalkan bekas luka jika tidak diremove pada waktu yang lebih panjang yakni, lebih dari 7 hari.
· Jahitan matras horizontal dilakukan terlebih dahulu sebagai awal untuk eksisi dalam tehnik perluasan kulit untuk mengurangi tekanan. Peningkatan eversi kemungkinan akan ditemukan pada jenis jahitan ini tanpa tekanan signifikan yang dilakukan dengan menggunakan ukuran needle yang kecil dan benang yang baik.
· Jahitan ini memiliki resiko tinggi untuk strangulasi jaringan dan nekrosis batas luka jika ikatan yang dilakukan terlalu kuat. Gunakan ikatan yang umum, gunakan bolster, dan lakukan pengikatan sekuat yang dibutuhkan dengan memperkirakan batas luka. Hal ini kemungkinan dapat menurunkan resiko tersebut. Selain itu, yang dapat dilakukan untuk mencegah resiko tersebut adalah dengan meremove benang secepat mungkin. Penjahitan yang dilakukan dengan jarak yang tepat dari batas luka dapat memudahkan tindakan remove.
9. Jahitan Horizontal Setengah Tenggelam
· Jahitan horizontal setengah tenggelam atau jahitan ujung digunakan secara primer dan diletakkan di sudut dan pada ujung penutup dengan membentuk M-plasties dan penutupan V-Y. Jahitan sudut akan meningkatkan aliran darah ke ujung penutup, menurunkan resiko nekrosis dan meningkatkan hasil estetika. Meskipun demikan, pada luka dengan penutup yang lebih lebar dengan tekanan yang lebih besar, tehnik ini dilakukan dengan menempatkan ujung penutup lebih dalam dari jaringan di sekitarnya, yang sering menghasilkan scar.
10. Jahitan Tenggelam Absorbable
· Jahitan tenggelam absorbable digunakan sebagai bagian dari lapisan penutup luka dalam dengan tekanan sedang hingga tinggi. Jahitan ini dapat mendukung luka dan menurunkan tekanan pada batas luka, yang menghasilkan perkiraan batas luka yang lebih baik. Jahitan ini juga digunakan untuk menghilangkan ruang mati, atau digunakan untuk membuang jahitan dan memperbaiki jaringan menjadi struktur yang diinginkan.
11. Jahitan Dermal-Subdermal
· Jahitan dermal-subdermal memaksimalkan eversi luka, sehingga jahitan ini akan terletak lebih superfisial dari batas luka.
12. Jahitan Matras Horizontal Tenggelam
· Jahitan matras horizontal tenggelam digunakan untuk mengeliminasi ruang mati, mengurangi ukuran defek atau mengurangi tekanan yang melewati luka.
13. Jahitan Matras Horizontal Kontinu
· Jahitan matras horizontal kontinu digunakan untuk eversi kulit. Jahitan ini bermanfaat pada daerah dengan tendensi tinggi untuk inversi, misalnya pada leher. Jahitan ini juga bermanfaat untuk mengurangi penyebaran scar pada wajah. Jika jahitan dilakukan terlalu kuat, resiko strangulasi jaringan bisa terjadi. Namun, jahitan ini memerlukan lebih banyak waktu. Tehnik ini menghasilkan scar yang lebih halus dan datar jika dibandingkan dengan jahitan kontinu sederhana.
14. Jahitan Subkutikuler Kontinu
· Jahitan subkutikuler kontinu bermanfaat pada daerah dengan tekanan minimal, ruang mati dapat dieliminasi, dan dapat menghasilkan hasil kosmetik yang terbaik seperti yang diinginkan. Oleh karena epidermis dipenetrasi hanya pada awal dan akhir garis jahitan. Jahitan subkutikuler efektif mengeliminasi resiko bekas luka crosshatching (tanda silang).
· Jahitan ini tidak menghasilkan kekuatan luka signifikan, meskipun demikian jahitan ini dapat memperkirakan batas luka. Meskipun demikian, jahitan subkutikuler merupakan jahitan terbaik untuk luka yang tekanannya telah dieliminasi dengan jahitan dalam dan memiliki perkiraan ketebalan yang sama pada batas luka.
15. Jahitan Subkutaneus Kontinu
· Jahitan subkutaneus digunakan untuk menutup bagian dalam dari defek pembedahan pada tekanan sedang. Jahitan ini digunakan pada area jahitan kulit tenggelam pada luka besar ketika penutupan cepat diinginkan. Kerugian dari jahitan ini adalah resiko kerusakan jahitan dan pembentukan ruang mati di bawah permukaan kulit.
16. Jahitan Plika Korset Subkutaneus Kontinu
· Tehnik Jahitan plika korset digunakan pada luka yang memiliki lebar lebih dari 4 cm dengan tekanan yang berlebihan. Jahitan ini menghasilkan eversi alami dan memiliki perkiraan batas luka yang lebih baik. Penjahitan dengan cara ini lebih mudah dilakukan pada lapisan intradermal, dengan diameter dan tekanan luka yang berkurang secara signifikan. Kekuatan jahitan mengandalkan pada inklusi septa pada lapisan fascia dibawah jaringan subkutan. Jika jaringan ruptur pada saat postoperatif, tekanan akan disebarkan lebih luas. Masalah potensial yang bisa terjadi termasuk kerusakan dan distorsi luka.
17. Jahitan Matras Horizontal Modifikasi
· Modifikasi jahitan sudut dilakukan untuk eversi segiempat pada penutupan ujung luka dan meningkatkan hasil estetikanya. Jahitan akan meningkatkan resiko nekrosis jika pengikatan dilakukan terlalu kuat, insidensi nekrosis pada ujung penutup jaringan dapat ditemukan dibandingkan dengan jahitan sudut tradisional.
18. Jahitan Ujung Dalam
· Jahitan ini digunakan untuk M-plasty, W-plasty, dan penutupan V-Y yang meningkatkan eversi luka. Jahitan ini dapat memberikan dukungan jangka panjang pada penutupan luka jika dibandingkan dengan jahitan sudut tradisional dan meningkatkan kelurusan ujung pada penutupan luka. Tehnik ini juga menghindari jahitan pada permukaan dan menurunkan resiko bekas jahitan. Nekrosis pada ujung penutupan luka dan komplikasinya telah diperbandingkan dengan jahitan standar.
ALAT
1. Needle
2. Needle Holder
3. Benang Bedah
TEHNIK
1. Jahitan Interuptus Sederhana
· Jahitan interuptus sederhana merupakan jahitan yang paling sering digunakan pada pembedahan kulit. Jahitan ini diinsersi dengan menggunakan needle secara tegak lurus terhadap epidermis dan dengan ketebalan penuh pada dermis, keluar secara tegak lurus terhadap epidermis pada bagian luka yang di hadapannya. Kedua bagian jahitan ini harus bersifat simetris dalam hal panjang dan lebarnya serta tusukan benang ke jaringan akan membentuk segiempat sebelum pengikatan. Secara umum, jahitan ini harus memiliki konfigurasi bentuk seperti botol, sehingga jahitan ini harus lebih lebar pada bagian dasarnya (bagian dermal) dibandingkan bagian superfisialnya (bagian epidermal). Jika jahitan ini mencakup volume jaringan yang lebih besar pada dasarnya dibandingkan pada apexnya, akan menghasilkan kompresi pada dasarnya yang menekan jaringan menaik dan menyebabkan eversi pada batas luka. Manuver ini menurunkan kemungkinan pembentukan scar sebagai pembiasan luka selama penyembuhan. (Lihat gambar di bawah)
Gambar 6: Penjahitan dengan jahitan interuptus sederhana. Gambar pada bawah kanan memperlihatkan jahitan yang menyerupai labu dengan eversi maksimal.
· Secara umum, jahitan harus ditempatkan secara datar sehingga batas luka akan bertemu pada level yang sama untuk meminimalkan kemungkinan mismatched pada batas luka yang tinggi (contohnya, saat melangkah). Meskipun demikian, ukuran jahitan harus diambil dari 2 bagian luka dengan memodifikasi jarak insersi needle dari batas luka, jarak needle saat dikeluarkan dari batas luka, dan kedalaman jahitan yang diambil. Penggunaan ukuran needle yang berbeda pada setiap bagian luka dapat memberikan batas ketebalan dan tinggi jahitan yang asimetri dengan jahitan sebelumnya. Jahitan kecil dapat digunakan untuk menempatkan jahitan pada batas luka dengan tepat. Jahitan besar dapat digunakan untuk menurunkan tekanan luka. Tekanan yang sesuai, penting dilakukan untuk memastikan perkiraan luka dengan mencegah strangulasi jaringan. Gambar dibawah memperlihatkan garis jahitan interuptus.
Gambar 7: Garis Jahitan Interuptus
2. Jahitan Kontinu Sederhana
· Jahitan kontinu sederhana merupakan bagian jahitan yang tidak interuptus dari jahitan interuptus sederhana. Jahitan ini dimulai dari jahitan interuptus sederhana, yang diikat namun tidak dipotong. Selanjutnya, lakukan insersi pada kedua batas luka tanpa mengikat dan memotong benang pada setiap akhir jahitan. Jahitan ini diselesaikan dengan menyimpul pada bagian terakhir pada akhir garis jahitan. Jahitan harus diberikan ruang, dan tekanan harus disebarkan di sepanjang garis jahitan. Simpulan dilakukan dengan mengikat antara benang akhir yang tersisa dengan lubang benang yang dibuat pada jahitan terakhir. Gambar di bawah merupakan gambaran garis jahitan kontinu.
Gambar 8: Garis Jahitan Kontinu
3. Jahitan Kontinu Terkunci
· Jahitan kontinu sederhana dapat dikunci ataupun tidak. Pada penyimpulan pertama pada jahitan kontinu terkunci diikat sebagai jahitan kontinu tradisional dan kemungkinan dikunci dengan melewatkan needle pada lubang yang dibuat di setiap jahitan. Jahitan ini dikenal dengan jahitan baseball (lihat gambar di bawah) oleh karena tanda akhirnya berupa garis jahitan kontinu terkunci.
Gambar 8: Jahitan Kontinu Terkunci
4. Jahitan Matras Vertikal
· Jahitan Matras vertikal merupakan variasi dari jahitan interuptus sederhana. Jahitan ini terdiri atas jahitan interuptus sederhana yang dilakukan dengan lebar dan kedalaman yang sesuai dengan batas luka dan jahitan keduanya lebih superfisial yang dekat dengan batas luka dan berlawanan arah. Lebar jahitan harus ditingkatkan sesuai dengan proporsi jumlah tekanan luka. Oleh karena itu, semakin tinggi tekanan akan semakin lebar jahitannya (lihat gambar di bawah).
Gambar 9: Jahitan Matras Vertikal
5. Jahitan Matras Vertikal Setengah Tenggelam
· Jahitan matras setengah tenggelam merupakan modifikasi dari jahitan matras vertikal dan menghilangkan 2 dari empat titik jahitan, sehingga dapat mengurangi scar. Jahitan ini dilakukan dengan cara yang sama dengan jahitan matras vertikal, kecuali needlenya dipenetrasikan ke dalam kulit bagian dermis pada satu bagian luka, yang menusuk bagian dalam dermis pada bagian yang berlawanan dari luka tanpa mengeluarkannya dari kulit, kemudian menyilang kembali ke bagian original luka, dan keluar dari kulit. Titik masuk dan keluarnya dijaga pada satu bagian luka.
6. Jahitan Katrol
· Jahitan katrol merupakan modifikasi dari jahitan matras vertikal. Ketika jahitan katrol digunakan, jahitan matras vertikal dilakukan, simpulannya tidak diikat, dan benang dimasukkan ke dalam lubang eksternal yang terdapat pada bagian luka disebelahnya dan melewati katrol. Setelah itu, simpulan diikat pada bagian luka pertama tadi. Ini merupakan lubang baru yang berfungsi sebagai katrol, tekanan langsung dari helai benang lainnya (lihat gambar di bawah).
Gambar 10: Jahitan Katrol, Jenis 1
7. Jahitan Matras Vertikal Jauh-Dekat Dekat-Jauh
· Jahitan lainnya yang memberikan fungsi yang sama dengan jahitan katrol adalah jahitan matras vertikal modifikasi jauh-dekat dekat-jauh. Lubang pertama diinsersikan sekitar 4-6 mm dari batas luka di pada bagian luka pertama dan dikeluarkan pada jarak 2 mm dari batas luka di bagian luka di hadapannya. Jahitan ini menyilang pada garis luka dan masuk kembali ke kulit pada bagian luka pertama sekitar 2 mm dari batas luka. Setelah itu, dikeluarkan dari kulit pada bagian luka berlawanan dengan jarak 4-6 mm dari batas luka. Kemudian dilakukan penyimpulan. Jahitan ini memberikan efek katrol (lihat gambar di bawah).
Gambar 11: Jahitan Katrol Jauh-Dekat Dekat-Jauh
8. Jahitan Matras Horizontal
· Jahitan matras horizontal dilakukan dengan menginsersikan needle pada kulit dengan jarak 5 mm – 1 cm dari batas luka. Jahitan ini melewati bagian dalam dermis pada bagian yang berlawanan dari garis jahitan dan meninggalkan kulit yang jaraknya sama dari batas luka (efek, Jahitan interuptus sederhana bagian dalam). Selanjutnya, needle diinsersikan kembali ke dalam kulit pada bagian yang sama dengan tempat keluar pada jarak 5 mm – 1 cm secara lateral dari titik keluar. Kemudian dilewatkan ke arah yang berlawanan melalui jaringan dermis dan needle dikeluarkan dari kulit. Selanjutnya dilakukan pengikatan simpulan. (lihat gambar di bawah)
Gambar 12: Jahitan Matras Horizontal
9. Jahitan Horizontal Setengah Tenggelam
· Jahitan horizontal Setengah Tenggelam, ujung jahitannya dimulai pada bagian luka yang penutupannya ditempelkan. Jahitan ini melewati dermis pada batas luka menuju dermis pada ujung penutup. Needle melewati ujung penutup bagian dermal lateral, meninggalkan ujung penutup, dan memasuki kembali kulit yang penutupnya tertempel. Needle masuk dan keluar secara tegak lurus. Kemudian, simpulan diikat.
Gambar 13: Ujung Jahitan
10. Jahitan Dermal-Subdermal
· Jahitan dilakukan dengan menginsersi needle secara paralel pada lapisan epidermis pada junction dermis dan subkutis. Bengkokan needle menaik dan keluar dari papil dermis, kemudian sekali lagi pada epidermis. Needle diinsersikan secara paralel pada lapisan epidermis pada papilla dermis di batas luka yang berlawanan, bengkokan needle menurun melewati lapisan retikuler dermis, dan keluar pada dasar luka pada pertemuan antara dermis dan lapisan subkutis, dan paralel pada lapisan epidermis. Simpulan diikat pada dasar luka untuk meminimalkan kemungkinan reaksi jaringan dan ektrusi simpulan. Jika jahitan ditempatkan lebih superfisial pada dermis dengan jarak 2-4 mm dari batas luka, eversi akan meningkat.
11. Jahitan Matras Horizontal Tenggelam
· Jahitan matras horizontal tenggelam merupakan jahitan dengan benang yang mengerut. Jahitan harus dilakukan pada bagian tengah sampai dalam dermis untuk mencegah kulit dari basah. Jika diikat terlalu kuat, jahitan dapat terjepit pada jaringan tersebut.
12. Jahitan Matras Horizontal Kontinu
· Awalnya dibuat jahitan sederhana, dan disimpul namun tidak dipotong. Kemudian dilanjutkan dengan jahitan matras horizontal dengan lubang akhir diikat pada benang akhir yang bebas.
13. Jahitan Subkutikuler Kontinu
· Jahitan sibkutikuler kontinu merupakan jahitan matras horizontal kontinu yang berbentuk tenggelam. Jahitan ini dilakukan dengan membuat jahitan horizontal melewati papil dermis 2 bagian luka secara tertukar. Pada jahitan ini tidak terlihat tanda jahitan dan kemungkinan jahitan ini dibiarkan sampai beberapa minggu (lihat jahitan di bawah).
Gambar 14: Jahitan subkutikuler. Permukaan kulit intak sepanjang garis jahitan
14. Jahitan Subkutan Kontinu
· Jahitan subkutan kontinu dimulai dengan jahitan subkutan interuptus sederhana, yang disimpul namun tidak dipotong. Kemudian jahitan dibuat sepanjang jaringan subkutan secara berturut-turut melewati bagian berlawanan dari luka. Simpulan diikat pada akhir yang berlawanan dari luka dengan menyimpul bagian panjang dari benang dengan lubang pada jahitan akhir yang dibuat.
15. Jahitan Korset Plika Subkutaneus Kontinu
· Sebelum menginsersi needle, klem digunakan untuk menekan kuat jaringan paling tidak 1-2 cm untuk memastikan kekuatan jaringan. Jahitan korset plika termasuk jaringan lemak 1-2 cm dan fascia dalam tiap jahitan. Pada jahitan pertama diikat, jahitan diambil pada bagian luka yang berlawanan dengan cara kontinu sepanjang luka. Bagian akhir jahitan ditekan dengan kuat untuk mengurangi ukuran luka dan kemudian jahitan diikat.
VARIASI JAHITAN SUDUT (UJUNG)
1. Jahitan Matras Horizontal Modifikasi Setengah Tenggelam
· Jahitan ini dilakukan dengan jahitan matras vertikal tambahan yang dilakukan secara superfisial pada jahitan matras horizontal setengah tenggelam. Skin hook kecil diganti dengan klem untuk menghindari trauma saat penutupan luka.
2. Jahitan Ujung Dalam
· Jahitan ini penting dalam membentuk jahitan tenggelam pada tiga titik sudut. Jahitan dilakukan pada bagian dermis dalam pada batas luka dimana penutupan dilakukan, melewati dermis pada penutupan ujung dan diinsersi pada dermis dalam di batas luka.
REMOVE JAHITAN
1. Jaringan diremove dalam waktu 1-2 minggu setelah penjahitan dilakukan, tergantung pada lokasi anatomi. Remove yang cepat dilakukan untuk mengurangi resiko bekas jahitan, dan reaksi jaringan. Rata-rata luka biasanya mendapatkan regangan kekuatan yang diharapkan pada saat 1-2 minggu setelah pembedahan dengan persentase sebesar 8%. Untuk mencegah dehisensi dan penyebaran scar, jahitan tidak boleh diremove secepat mungkin.
2. Sebagai aturan umum, semakin besar tekanan yang melewati luka, semakin panjang benang yang akan digunakan. Sebagai pedoman, pada wajah, jahitan harus diremove, 5-7 hari; pada leher, 7 hari; pada kulit kepala, 10 hari, pada tubuh dan ektremitas atas, 10-14 hari; dan pada luka dengan tekanan yang lebih besar membutuhkan waktu remove yang lebih panjang. Jahitan tenggelam, yang dilakukan dengan benang absorbable tidak diremove oleh karena larut dalam jaringan.
3. Tehnik remove jahitan yang tepat cukup penting untuk mendapatkan hasil yang baik setelah penjahitan. Jahitan harus diangkat pelan-pelan dengan pinset, dan satu bagian dari jahitan harus dipotong menggunakan gunting benang. Setelah itu, benang digenggam dengan hati-hati pada simpulannya dan ditekan dengan lembut ke arah luka atau garis jahitan lalu benang diremove dengan sempurna. Jika saat ditekan jahitan keluar dari garis jahitan, batas luka akan terpisah. Steri-strips kemungkinan dibutuhkan untuk menempel jaringan agar menambah dukungan suplemen luka saat jahitan diremove.
METODE ALTERNATIF DALAM PENUTUPAN LUKA
1. Steri-Strips
· Pita penutup luka, atau steri-strips, memperkuat penempelan jaringan setelah pembedahan. Steri-strips digunakan untuk memberikan dukungan pada garis jahitan, dan saat jahitan subkutikuler kontinu digunakan atau setelah jahitan diremove.
· Penutupan luka dengan pita dapat menurunkan penyebaran scar jika disimpan dalam jangka waktu beberapa minggu setelah jahitan diremove. Pita ini digunakan dengan cara menempelkan jaringan, karena memiliki kekuatan untuk menutup. Pita ini juga digunakan utamanya pada luka dengan tekanan rendah dan jarang digunakan untuk penutupan luka primer.
2. Staples
· Staples yang terbuat dari stainless steel biasanya digunakan pada luka dengan tekanan yang tinggi, termasuk luka pada kulit kepala dan badan. Keutungan penggunaan staples misalnya: waktu jahitan yang cepat, reaksi jaringan yang minimal, resiko infeksi yang rendah, dan penutupan luka yang cukup kuat. Kerugiannya adalah kelurusan batas luka kurang tepat dan biayanya cukup tinggi.
3. Lem Jaringan
· Super lem yang terdiri atas acrilate kemungkinan dibutuhkan untuk luka superfisial dengan cara memblok titik perdarahan pada kulit dan menutup batas luka dengan tepat. Oleh karena sifat bakteriostatiknya dan penggunaannya yang mudah, alat ini memiliki popularitas yang tinggi. Alat ini telah memperlihatkan superioritasnya dalam fungsi kosmetik pada jahitan tradisional dengan beragam prosedur, termasuk penutupan luka pada pembedahan pediatrik, pemotongan vena saphena pada bypass arteri koroner, dan blepharoplasty. Lem yang paling banyak digunakan adalah, 2-octyl cyanoacrylate (dermabond), yang telah digunakan sebagai bolster kulit untuk jahitan tipis atau kulit yang atrofi. Keuntungan dari lem topikal ini termasuk waktu penutupan luka yang cepat, prosedurnya tidak nyeri, menurunkan resiko tusukan needle, tidak ada bekas jahitan, dan tidak diremove. Kerugiannya termasuk harga yang cukup tinggi dan regangan kekuatan yang rendah (dibandingkan dengan jahitan).
· Kegunaan lem jaringan ini pada pembedahan kulit masih dikembangkan. Penelitian memperlihatkan bahwa viskositas yang tinggi dari 2-octyl cyanoacrylate pada perbaikan garis luka setelah pembedahan mikrografik Mohs, menghasilkan bentuk kosmetik yang sama bagusnya dengan jahitan epidermal.
· Greenhil dan O’Regan telah melakukan penelitian tentang penggunaan N-butyl 2-cyanoacrylate (Indermil) untuk penutupan luka parotid dan hubungannya dengan keloid serta pembentukan hipertrofi scar versus penggunaan jahitan benang. Hasilnya memperlihatkan sebuah tehnik sederhana dengan hasil yang sama. Pada area yang berhubungan, Tsui dan Gogolewski juga melaporkan penggunaan membran polyurethane biodegradable mikropous, bermanfaat untuk menutupi kulit luka, dibandingkan dengan dengan bahan lainnya.
4. Jahitan Berduri
· Jahitan berduri telah dikembangkan dan telah dinilai kemanjurannya pada pembedahan kulit. Keutungan yang diberikan dari jahitan ini adalah tidak adanya penyimpulan. Secara teoritis, simpulan pada jahitan ini kemungkinan dilakukan jika terdapat infeksi, dan prosedur penyimpulan cukup berbahaya karena dapat menyebabkan iskemia pada jaringan, dan membutuhkan pembedahan lanjutan.
· Dari sebuah percobaan random terkontrol yang membandingkan jahitan ini dengan penutupan konvensional menggunakan benang polydioxanone 3/0, memperlihatkan jahitan berduri memiliki profil yang aman dan hasil kosmetik yang sama dengan jahitan konvensional ketika digunakan untuk penutupan luka pembedahan caesar.
· Jahitan berduri juga digunakan pada prosedur minimal invasif untuk mengangkat wajah ptotic dan jaringan leher. Pada penelitian terbaru, rata-rata pasien mendapatkan kepuasan saat 11,5 bulan postoperatif setelah benang dinaikkan menjadi 6,9/10. Setelah 3 bulan postprosedur, kulit leher dan jawline direlakskan dan hasil akhirnya akan terlihat. Secara keseluruhan, jahitan berduri ditingkatkan untuk memelihara perkembangan kelemahan wajah. Meskipun demikian, adanya nyeri diastesia dan perpindahan jaringan jarak jauh pada daerah insersi telah dilaporkan. Meskipun manfaat jangka panjang jahitan ini belum jelas, alat ini dapat digunakan untuk prosedur minimal invasif dalam menaikkan otot wajah dengan beberapa efek merugikan.
5. Penutupan biopsi kuat terbaru
· Pelaksanaan jahitan lateral untuk biopsi kuat menyebabkan kerusakan pada pita, yang menyebabkan penutupan beberapa garis lurus dan meningkatkan hasil kosmetik. Jahitan interuptus sederhana dilakukan pada jarak 1-3 mm ke arah lateral dari batas luka, jahitan kedua pada jarak 1-3 mm arah lateral dari batas luka yang berlawanan, dan jahitan akhir dilakukan pada pusat luka. Ukuran luka yang lebih dari 4 mm membutuhkan jahitan interuptus tambahan. Kerugian dari tehnik ini adalah banyaknya waktu yang dibutuhkan dan resiko yang cukup tinggi untuk meninggalkan bekas luka.
REFERENSI
1. Adams B, Anwar J, Wrone DA, Alam M. Techniques for cutaneous sutured closures: variants and indications. Semin Cutan Med Surg. Dec 2003;22(4):306-16. [Medline].
2. Ratner D, Nelson BR, Johnson TM. Basic suture materials and suturing techniques. Semin Dermatol. Mar 1994;13(1):20-6. [Medline].
3. Richey ML, Roe SC. Assessment of knot security in continuous intradermal wound closures. J Surg Res. Feb 2005;123(2):284-8. [Medline].
4. Kandel EF, Bennett RG. The effect of stitch type on flap tip blood flow. J Am Acad Dermatol. Feb 2001;44(2):265-72. [Medline].
5. Chan JL, Miller EK, Jou RM, Posten W. Novel surgical technique: placement of a deep tip stitch. Dermatol Surg. Dec 2009;35(12):2001-3. [Medline].
6. Bechara FG, Al-Muhammadi R, Sand M, Tomi NS, Altmeyer P, Hoffmann K. A modified corner stitch for fixation of flap tips. Dermatol Surg. Oct 2007;33(10):1277-9. [Medline].
7. Alam M, Goldberg LH. Utility of fully buried horizontal mattress sutures. J Am Acad Dermatol. Jan 2004;50(1):73-6. [Medline].
8. Moody BR, McCarthy JE, Linder J, Hruza GJ. Enhanced cosmetic outcome with running horizontal mattress sutures. Dermatol Surg. Oct 2005;31(10):1313-6. [Medline].
9. Alam M, Posten W, Martini MC, Wrone DA, Rademaker AW. Aesthetic and functional efficacy of subcuticular running epidermal closures of the trunk and extremity: a rater-blinded randomized control trial.Arch Dermatol. Oct 2006;142(10):1272-8. [Medline].
10. Tierney E, Kouba DJ. A subcutaneous corset plication rapidly and effectively relieves tension on large linear closures. Dermatol Surg. Nov 2009;35(11):1806-8. [Medline].
11. Adams B, Levy R, Rademaker AE, Goldberg LH, Alam M. Frequency of use of suturing and repair techniques preferred by dermatologic surgeons. Dermatol Surg. May 2006;32(5):682-9. [Medline].
12. Wong NL. Review of continuous sutures in dermatologic surgery. J Dermatol Surg Oncol. Oct 1993;19(10):923-31. [Medline].
13. Nahas FX, Solia D, Ferreira LM, Novo NF. The use of tissue adhesive for skin closure in body contouring surgery. Aesthetic Plast Surg. May-Jun 2004;28(3):165-9. [Medline].
14. Nitsch A, Pabyk A, Honig JF, Verheggen R, Merten HA. Cellular, histomorphologic, and clinical characteristics of a new octyl-2-cyanoacrylate skin adhesive. Aesthetic Plast Surg. Jan-Feb 2005;29(1):53-8. [Medline].
15. Singer AJ, Quinn JV, Hollander JE. The cyanoacrylate topical skin adhesives. Am J Emerg Med. May 2008;26(4):490-6. [Medline].
16. Quinn JV, Osmond MH, Yurack JA, Moir PJ. N-2-butylcyanoacrylate: risk of bacterial contamination with an appraisal of its antimicrobial effects. J Emerg Med. Jul-Aug 1995;13(4):581-5. [Medline].
17. Hasan Z, Gangopadhyay AN, Gupta DK, Srivastava P, Sharma SP. Sutureless skin closure with isoamyl 2-cyanoacrylate in pediatric day-care surgery. Pediatr Surg Int. Dec 2009;25(12):1123-5. [Medline].
18. Krishnamoorthy B, Najam O, Khan UA, Waterworth P, Fildes JE, Yonan N. Randomized prospective study comparing conventional subcuticular skin closure with Dermabond skin glue after saphenous vein harvesting. Ann Thorac Surg. Nov 2009;88(5):1445-9. [Medline].
19. Perin LF, Helene A Jr, Fraga MF. Sutureless closure of the upper eyelids in blepharoplasty: use of octyl-2-cyanoacrylate. Aesthet Surg J. Mar-Apr 2009;29(2):87-92. [Medline].
20. Bain MA, Peterson EA, Murphy RX Jr. Dermabond bolster-assisted primary closure of atrophic skin. Plast Reconstr Surg. Apr 2009;123(4):147e-149e. [Medline].
21. Sniezek PJ, Walling HW, DeBloom JR 3rd, Messingham MJ, VanBeek MJ, Kreiter CD. A randomized controlled trial of high-viscosity 2-octyl cyanoacrylate tissue adhesive versus sutures in repairing facial wounds following Mohs micrographic surgery. Dermatol Surg. Aug 2007;33(8):966-71. [Medline].
22. Greenhill GA, O'Regan B. Incidence of hypertrophic and keloid scars after N-butyl 2-cyanoacrylate tissue adhesive had been used to close parotidectomy wounds: a prospective study of 100 consecutive patients.Br J Oral Maxillofac Surg. Jun 2009;47(4):290-3. [Medline].
23. Tsui YK, Gogolewski S. Microporous biodegradable polyurethane membranes for tissue engineering. J Mater Sci Mater Med. Aug 2009;20(8):1729-41. [Medline].
24. Murtha AP, Kaplan AL, Paglia MJ, Mills BB, Feldstein ML, Ruff GL. Evaluation of a novel technique for wound closure using a barbed suture. Plast Reconstr Surg. May 2006;117(6):1769-80. [Medline].
25. Kaminer MS, Bogart M, Choi C, Wee SA. Long-term efficacy of anchored barbed sutures in the face and neck. Dermatol Surg. Aug 2008;34(8):1041-7. [Medline].
26. Lee CJ, Park JH, You SH, Hwang JH, Choi SH, Kim CH. Dysesthesia and fasciculation: unusual complications following face-lift with cog threads. Dermatol Surg. Feb 2007;33(2):253-5; discussion 255.[Medline].
27. Silva-Siwady JG, Díaz-Garza C, Ocampo-Candiani J. A case of Aptos thread migration and partial expulsion. Dermatol Surg. Mar 2005;31(3):356-8. [Medline].
28. Villa MT, White LE, Alam M, Yoo SS, Walton RL. Barbed sutures: a review of the literature. Plast Reconstr Surg. Mar 2008;121(3):102e-108e. [Medline].
29. Skvarka CB, Greenbaum SS. A novel surgical technique: placement of the suture lateral to the punch biopsy defect. Dermatol Surg. Feb 2007;33(2):222-4. [Medline].
30. Brodland D, Pharis D. Flaps. In: Bolognia J, Jorizzo J, Rapini R, et al. Dermatology. Philadelphia, Pa: Mosby; 2003:2287-303.
31. Fewkes JL. Antisepsis, anesthesia, hemostasis and suture placement. In: Arndt, Leboit, Robinson, Wintroub, eds. Cutaneous Medicine and Surgery. An integrated program in dermatology. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 1996:128-38.
32. Garrett A. Wound closure materials. In: Wheeland RG, ed. Cutaneous Surgery. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 2008.
33. Jallali N, Haji A, Watson CJ. A prospective randomized trial comparing 2-octyl cyanoacrylate to conventional suturing in closure of laparoscopic cholecystectomy incisions. J Laparoendosc Adv Surg Tech A. Aug 2004;14(4):209-11. [Medline].
34. Leal-Khouri S, Lodha R, Nouri K. Suturing techniques. In: Nouri K, Leal-Khouri S, eds. Techniques in Dermatologic Surgery. Philadelphia, Pa: Mosby; 2003:71-3.
35. Lober CW. Suturing techniques. In: Roenigk RK, Roenigk HH, eds. Dermatologic Surgery: Principles and Practice. New York, NY: Marcel Dekker; 2008.
36. McGinness JL, Russell M. Surgical Pearl: a technique for placement of buried sutures. J Am Acad Dermatol. Jul 2006;55(1):123-4. [Medline].
37. Odland PB, Murakami CS. Simple suturing techniques and knot tying. In: Wheeland RG, ed. Cutaneous Surgery. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 2008.
38. Olbricht S. Biopsy techniques and basic excisions. In: Bolognia J, Jorizzo J, Rapini R, et al, eds.Dermatology. Philadelphia, Pa: Mosby; 2003:2269-86.
39. Skaria AM. The buried running dermal subcutaneous suture technique with a tacking knot. Dermatol Surg. Aug 2002;28(8):739-41. [Medline].
40. Stasko T. Advanced suturing techniques and layered closures. In: Wheeland RG, ed. Cutaneous Surgery. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 2008.
41. Van den Ende ED, Vriens PW, Allema JH, Breslau PJ. Adhesive bonds or percutaneous absorbable suture for closure of surgical wounds in children. Results of a prospective randomized trial. J Pediatr Surg. Aug 2004;39(8):1249-51. [Medline].
42. Vistnes L. Basic principles of cutaneous surgery. In: Epstein E, Epstein E Jr, eds. Skin Surgery. 6th ed. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 1987:44-55.
kualitas gambarnya tolong diperbaiki
ReplyDelete