Powered By Blogger

Wednesday, December 7, 2011

HIPETENSI BERDASARKAN JNC 7

Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang kian tahun, jumlah penderitanya semakin bertambah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh institusi “Framingham Heart” yang menemukan bahwa penduduk yang memiliki tekanan darah yang normal, memiliki resiko sebesar 90% untuk menderita hipertensi di usia 50 tahun. Kemudian data statistik menyebutkan bahwa pravalensi hipertensi di Amerika Serikat sebesar 50 juta, dan 1 milyar untuk penduduk di seluruh dunia. Indonesia khususnya, pravalensi hipertensi sebesar 31,7% dari total seluruh jumlah penduduk dewasa Indonesia (RISKESDA, 2007), dimana diperkirakan masih terdapat 76% penduduk yang belum terdiagnosis dan mendapatkan penanganan. Kemudian Profil Kesehatan Indonesia 2008 menyebutkan bahw hipertensi merupakan penyebab penyakit terbanyak ketiga setelah stroke dan TB dengan persentase sebesar 6,8%.
Secara klinik, hipertensi adalah skala tekanan darah yang melebihi level 130 mmHg untuk tekanan sistolik dan 90 mmHg untuk tekanan diastolik, dengan kadar normal tekanan darah adalah 120/80 mmHg. Tekanan darah yang tinggi ini memiliki hubungan yang cukup erat, kontinu, konsisten, dan independen dengan resiko penyakit kardiovaskuler, misalnya serangan jantung, gagal jantung, stroke dan penyakit ginjal. Untuk individu yang berumur 40-70 tahun, jika mengalami kenaikan 20 mmHg tekanan sistolik dan 10 mmHg tekanan diastolik, memiliki resiko dua kali lipat untuk mendapatkan penyakit kardiovaskuler dengan peningkatan tekanan dari skala 115/75 mmHg sampai skala 185/115 mmHg. Berdasarkan dari fenomena yang disebutkan di atas, sejak 3 dasawarsa yang lalu, National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) telah bekerjasama dengan National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP), juga berkoalisi dengan 39 profesional utama, organisasi masyarakat yang sadar akan hipertensi dan tujuh agensi federal untuk membuat pedoman penanganan hipertensi secara global. Fungsi dari guideline ini adalah untuk meningkatkan kesadaran, pencegahan, pengobatan dan pengontrolan hipertensi. Semuanya termaktub dalam Joint National Committee on the Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC).
JNC 6 telah dikeluarkan sejak tahun 1997, yang telah didukung oleh banyak percobaan klinik yang terpublikasi. Namun, sejak tahun 2003, JNC 6 telah direvisi menjadi JNC 7 dengan pertimbangan: (1) telah terdapat penemuan-penemuan terbaru mengenai hipertensi baik yang berupa observasi maupun percobaan klinik, (2) dibutuhkannya sebuah guideline yang baru, jelas dan ringkas yang bermanfaat untuk klinisi, (3) dibutuhkannya penyederhanaan klasifikasi tekanan darah, (4) pengakuan jelas bahwa laporan JNC sebelumnya tidak digunakan untuk kebaikan pengobatan maksimum. Laporan JNC dibuat dalam 2 bentuk publikasi yang berbeda. Bentuk pertama berisi pedoman terbaru yang praktis dan ringkas. Kemudian bentuk kedua selain berisi pedoman, juga dilengkapi dengan beberapa penelitian komprehensif yang disertai dengan diskusi dan justifikasi secara luas. Dalam pembuatan pedoman ini, JNC mengakui bahwa tanggung jawab dokter dalam pengambilan keputusan di praktek merupakan hal yang paling penting dalam menangani pasien.
JNC 7 berisi revisi mengenai guideline terbaru penyakit hipertensi yang mencakup pencegahan dan pengelolaan pasien hipertensi. Berikut adalah kesimpulan kunci JNC 7 secara keseluruhan:
1. Pada individu yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik yang lebih dari 140 mmHg merupakan faktor resiko penyakit kardiovakuler yang lebih penting dibandingkan tekanan darah diastolik.
2. Resiko penyakit kardiovaskuler dimulai dari skala tekanan darah 115/75 mmHg dua kali lipat dengan peningkatan setiap 20/10 mmHg; Individu yang memiliki tekanan darah yang normal, pada umur 55 tahun memiliki resiko hipertensi sebesar 90%.
3. Individu dengan tekanan darah sistolik 120-139 mmHg atau tekanan diastolik 80-89 mmHg harus didiagnosis sebagai prehipertensi dan mendapatkan penanganan berupa modifikasi gaya hidup untuk mencegah penyakit kardiovaskuler.
4.    Golongan diuretik jenis Thiazide harus digunakan sebagai obat pada semua pasien dengan hipertensi tanpa komplikasi, baik penggunaan tunggal maupun kombinasi dengan golongan obat lainnya. Beberapa kondisi resiko tinggi merupakan indikasi yang mengharuskan penggunaan golongan obat-obat antihipertensi lainnya (angiotensin converting enzim inhibitor (ACEi), Angiotensin Reseptor Bloker (ARB), dan calcium chanel bloker (CCB)).
5. Sebagian besar pasien dengan hipertensi membutuhkan dua atau lebih obat-obat antihipertensi untuk mendapatkan tekanan darah target (<140/90 mmHg, atau <130/80 mmHg untuk pasien dengan diabetes dan gagal ginjal kronik).
6.   Jika tekanan darah > 20/10 mmHg di atas tekanan darah target, pertimbangan terapi inisiasi dengan dua golongan obat harus diberikan, salah satunya harus golongan obat diuretik jenis thiazide.
7.   Sebagian besar terapi diresepkan oleh klinisi secara hati-hati dan dapat mengontrol hipertensi jika pasien termotivasi. Motivasi meningkat ketika pasien memiliki pengalaman positif dengan dokter. Empati harus dimiliki oleh dokter untuk membangun kepercayaan dengan pasien dan sebagai motivator kuat.
8. Dalam pembuatan guideline ini, panitia penyusun mengakui bahwa tanggung jawab dalam keputusan pengobatan merupakan hal yang paling penting.

 

0 komentar:

Post a Comment