Powered By Blogger

Monday, December 19, 2011

DIAGNOSIS PRENATAL PLASENTA AKRETA: SONOGRAFI ATAU MAGNETIK RESONANSI IMAGING (MRI)

Bonnie K. Dwyer, MD, Victorio Belogolovkin, MD, Lan Tran, MD, Anjali Rao, MD, Ian Caroll, MD, MS, Richard Barth, MD, Usha Chitkara, MD. PubMed Central.
Transalated By: Fitria Ningsih MD.
 
Obyektif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan keakuratan sonografi transabdominal dan magnetic resonance imaging (MRI) dalam mendiagnosis plasenta akreta. Metode. Sebuah penelitian kohort telah dilakukan pada 3 institusi untuk mengidentifikasi wanita yang memiliki resiko plasenta akreta yang telah menjalani pemeriksaan sonografi dan MRI pada masa prenatal. Pemeriksaan sonografi dan MRI akan dibandingkan dengan diagnosis akhir yang dilakukan pada saat proses persalinan dan dengan pemeriksaan patologi. Hasil. Dua pertiga pasien yang telah menjalani pemeriksaan sonografi dan MRI pada masa prenatal untuk menilai diagnosis plasenta akreta telah diidentifikasi. Dari identifikasi tersebut didapatkan 15 pasien mengalami plasenta akreta pada saat persalinan. Sonografi mengidentifikasi plasenta akreta pada 14 pasien dari 15 jumlah pasien yang terbukti plasenta akreta (sensitifitas 93%, Interval kepercayaan (IK) 95%, 80%-100%) dan tidak ditemukan pada 12 pasien dari 17 pasien (spesifisitas 71%, IK 95%, 49%-93%). MRI mengidentifikasi pasien dengan plasenta akreta pada 12 pasien dari 15 pasien (sensitifitas 80%, IK 95%, 60%-100%) dan tidak ditemukan pada 11 pasien dari 17 pasien (spesifisitas 65%, IK 95%, 42%-88%). Tujuh kasus dari 32 kasus merupakann diagnosis yang masih dipertentangkan, sonografi benar pada 5 kasus dan MRI benar pada 2 kasus. Tidak terdapat perbedaan dalam sensitifitas (P=0.25) atau spesifisitas (P=0.5) antara sonografi dan MRI. Kesimpulan. Keduanya sonografi dan MRI memiliki sensitifitas yang baik untuk diagnosis prenatal plasenta akreta; meskipun demikian, spesifisitasnya ini tidak sebagus dengan penelitian lainnya yang telah dilaporkan. Pada kasus dengan penemuan yang tidak meyakinkan yang hanya menggunakan satu modalitas; modalitas lain dibutuhkan untuk mengklarifikasi diagnosis. Kata Kunci: Magnet resonance Imaging (MRI); Plasenta Akreta; Diagnosis Plasenta; Sensitifitas dan Spesifisitas; Sonografi.
Plasenta akreta merupakan implantasi abnormal plasenta pada dinding uterus, dan berkomplikasi sekitar 0,9% pada semua kehamilan. Faktor resiko klinis termasuk plasenta previa dan riwayat pembedahan uterus sebelumnya, termasuk melahirkan secara caesar. Insidensi plasenta akreta mengalami peningkatan dengan peningkatan jumlah persalinan secara caesar. Saat ini, diperkirakan insidensi plasenta akreta pada pasien plasenta previa sebesar 25%-50% dan menjadi prioritas untuk menjalani operasi caesar. Komplikasi plasenta akreta termasuk perdarahan masif, kerusakan uterus, bladder, ureter, dan usus, dan harus menjalani histerektomi untuk mengontrol perdarahan. Diagnosis prenatal plasenta akreta dapat membantu mengurangi laju komplikasi melalui kemampuan ahli bedah untuk merencanakan instrumen tindakan yang dibutuhkan pada saat persalinan. Instrumen-instrumen ini termasuk anastesi obstetrik, ahli bedah yang sesuai, persediaan darah, dan teknologi penjaga sel, intervensi radiologi untuk embolisasi arteri uterus dan perawatan intensif postoperasi.
Diagnosis plasenta akreta cukup sulit, dan akurasi sonografi dibandingkan dengan MRI masih dalam pertanyaan. Keakuratan sonografi yang menggunakan gray scale dan tehnik color doppler untuk diagnosis prenatal plasenta akreta cukup beragam pada penelitian yang berbeda. Sensitifitasnya telah dipublikasikan dengan persentase sebesar antara 33% dan 100%, dan spesifisitasnya juga beragam secara luas. Beberapa penelitian baru-baru ini, MRI, dengan dan tanpa gadolinium, telah dieksplorasi sebagai modalitas untuk kemajuan lebih lanjut dalam diagnosis prenatal plasenta akreta. Selain itu, juga terdapat beberapa case report dan series serta sebuah penelitian dengan cakupan luas telah menjelaskan utilitas MRI dalam diagnosis plasenta akreta. Sebuah penelitian MRI yang dilakukan pada 9 pasien melaporkan sensitifitasnya hanyalah 38% dengan spesifisitas yang buruk. Beberapa penelitian kohort lainnya yang membandingkan antara sonografi dan MRI dengan gadolinium ditemukan sensitifitas yang tinggi (77% dan 88%, secara respektif) dan memiliki spesifisitas yang sangat tinggi (96% dan 100%) untuk kedua modalitas tersebut.
Tujuan penelitian kami adalah untuk menjelaskan akurasi sonografi dan MRI tanpa gadolinium dalam diagnosis plasenta akreta pada 3 institusi. Pada penelitian ini, kedua pemeriksaan tersebut,  sonografi dan MRI dilakukan pada kelompok wanita yang sama.
MATERIAL DAN METODE
Persetujuan didapatkan dari Dewan Pengurus Review Institusi Individual pada Universitas Stanford, Universitas Washington, dan Pusat pengobatan Mount Sinai. Ketiga tempat tersebut merupakan tempat perawatan tersier dengan jumlah pasien obstetrik yang cukup besar. Pencarian restrospektif menggunakan database dan kode dari The international Classification Of diseases, Revisi ke sembilan, untuk plasenta previa, plasenta akreta, persalinan caesar dengan abnormalitas plasenta, dan histerektomi caesar yang dilakukan pada ketiga institusi tersebut dalam kurun waktu 6 tahun (2001-2006). Kami mengidentifikasi pasien yang melakukan kedua pemeriksaan sonografi prenatal dan MRI untuk diagnosis suspek plasenta akreta. Pada Stanford dan Mount Sinai, pasien-pasiennya termasuk yang diperkirakan memiliki resiko plasenta akreta yang didapatkan dari anamnesis atau oleh karena kecurigaan plasenta akreta saat sonografi dilakukan. Pada universitas Washington, hanya pasien yang dengan pemeriksaan sonografi dicurigai plasenta akreta yang harus melakukan MRI untuk konfirmasi lebih lanjut.
IMAGING
Pemeriksaan sonogram MRI juga dibaca oleh ahli perinatalogi dan ahli radiologi pada institusi tersebut. Semua klinisi yang berkaitan harus dilatih sesuai dengan lapangan ilmu mereka. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, laporan restrospektif direview oleh penulis senior pada pusat koordinasi, dimana mereka telah memiliki pengalaman lebih dari 5 tahun. Penelitian sonografi dipertimbangkan positif akreta jika laporan menyimpulkan kemungkinan yang tinggi untuk mendapatkan plasenta akreta. Penemuan yang dipertimbangkan sebagai plasenta akreta adalah hilangnya gambaran hipoekoik zona bersih pada retroplasenta, hilangnya gambar yang menghubungkan antara dinding kandung kemih dan uterus, keberadaan lakuna plasenta (ruang vaskuler), dan keberadaan hipervaskularisasi yang menghubungkan antara uterin serosa dan dinding kandung kemih pada pemeriksaan color dopler. Temuan MRI dipertimbangkan positif untuk plasenta akreta jika laporan menyimpulkan kemungkinan yang tinggi terhadap plasenta akreta. Gambaran yang mengarah ke plasenta akreta termasuk penipisan fokal atau munculnya miometrium pada bagian implantasi plasenta berupa sebuah nodul yang menghubungkan antara plasenta dan uterus, massa efek plasenta pada uterus menyebabkan penonjolan ke arah keluar, tanda intensitas heterogen pada plasenta, pita intraplasenta gelap pada gambar T2-weighted, dan hilangnya jaringan pesawat antara plasenta dan dinding kandung kemih.
Pada kedua pemeriksaan, sonografi dan MRI, jika laporan pemeriksaanya menyimpulkan rendah atau tidak ada kemungkinan plasenta akreta, penemuan dipertimbangkan negatif.
Berdasarkan pada pertimbangan fakta bahwa pemeriksaan radiologi tidak selalu menentukan, kita melakukan analisis kedua yang mendesign penelitian benar, tidak benar atau tidak meyakinkan. Desain kriteria inkonklusi pada penelitian ini, berdasarkan pada: (1) sebuah penelitian dengan tanda-tanda non-spesifik plasenta akreta yang terlihat pada gambar, namun secara keseluruhan memiliki probabilitas yang rendah dan (2) sebuah penelitian yang terbatas pada kualitas yang rendah.
PROTOKOL PEMERIKSAAN
Sonografi Transabdominal
Sonografi-gray scale dan color dopler dilakukan dengan persetujuan sonografer dan seorang ahli perinatalogi atau ahli radiologi. Pada universitas Stanford, pemeriksaan dilakukan menggunakan sistem Ultrasound Acuson Sequoia (Solusi Pengobatan Siemens, Mountain View, CA). Volume plasenta secara keseluruhan diambil pada bidang transversal dan longitudinal dengan susunan tranducer pada kurva 4 atau 6 MHz. Pada Mount Sinai, pemeriksaan dilakukan dengan sistem Voluson 730 Expert yang menggunakan tranduser 5 MHz (GE Healthcare, Milwaukee, WI) atau sistem ATL HDI 3500 yang menggunakan tranduser 4 MHz (Philips Medical System, Bothell, WA). Pada universitas Washington, pemeriksaan dilakukan dengan sistem iU22 yang menggunakan C5-2 MHz yang membelokkan susunan tranduser (Philip Medical Systems).
Magnetic Resonance Imaging (MRI) Tanpa Gadolinium
Pada universitas Stanford dan universitas Washington, MRI dilakukan dengan scanner MRI 1.5-T seluruh tubuh (GE Healthcare). Pelvis maternal diambil pada bidang axial, koronal, dan sagital dengan 8 kali tahapan pengambilan gambar bersusun. Setelah tiga bidang scan terlokalisir, rangkaian echo gradient T1-berat dibutuhkan pada bidang sagital, koronal, dan axial sepanjang abdomen maternal dengan repetisi/echo waktu 165/2,5 milli second, flip anglenya 900, matrix 384 x 192 data, dan irisan tebal sebesar 5 mm. Lapangan pandang berukuran 38 cm namun kadang-kadang meningkat untuk mengoptimalkan ukuran uterus. Rangkaian T2-weighted single-tembakan cepat putaran echo diperlukan pada bidang axial, sagital, dan koronal dengan waktu repetisi/echo 6000/160 millisecond, data matrix 288 x 224, irisan tebal berukuran 5 mm, dan view lapangan khusus selebar 38 cm. Gadolinium intravena tidak digunakan pada beberapa penelitian MRI.
Pada Mount Sinai, MRI dilakukan pada scanner 1,5-T seluruh tubuh (GE healthcare atau Solusi pengobatan Siemens). Detail mengenai alat tersebut telah dijelaskan di atas, kecuali gulungan matriks tubuh channel-6 digunakan. Urutan gambaran T2-weighted menggunakan data matrix berukuran 256 x 218 dan irisan tebal berukuran 6 mm. Urutan T1-weighted dibutuhkan pada saat penetuan yang dilakukan oleh klinisi.
 
OUTCOME
Rekam dan database persalinan maternal direview sebagai outcome persalinan. Plasenta akreta didefinisikan oleh kriteria klinis pada saat persalinan dan melalui diagnosis patologi. Jika penemuan patologi tidak tersedia, plasenta akreta didefinisikan sebagai kriteria klinis, termasuk perlengketan plasenta dan perdarahan maternal. Penemuan patologi tidak tersedia pada pasien 2 karena histerektomi tidak dilakukan. Pada pasien 6 dan 12, penemuan patologi tidak tersedia pada database. Pada pasien 15, penemuan patologi tidak meyakinkan karena spesimen uterus terpotong.
STATISTIK
Persentase sensitifitas, persentase spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP), dan nilai prediksi negatif (NPN) dikalkulasikan untuk kedua pemeriksaan sonografi dan MRI. Nilai sensitifitas dan spesifisitas sonografi dan MRI telah dibandingkan oleh tes McNemar. Pada analisis yang berbeda, persentase penemuan sonografi dan MRI dengan kriteria benar, tidak benar dan tidak meyakinkan dikalkulasikan dengan menggunakan tes McNemar.
Regresi logistik digunakan untuk melihat hubungan antara lokasi plasenta, riwayat pembedahan uterus sebelumnya, kemampuan sonografi dan MRI dalam membenarkan diagnosis plasenta akreta. Sebuah kekuatan analisis juga telah dikalkulasikan. Semua kalkulasi dihitung dengan program SAS versi 9.1 (SAS Institute Inc, Cary, NC).
HASIL 
Total sampel keseluruhan yang secara klinis memiliki resiko plasenta akreta yang tinggi dan menggunakan kedua pemeriksaan sonografi dan MRI prenatal yang telah diidentifikasi adalah sebanyak 32 sampel (14 sampel dari universitas Stanford, 11 sampel dari Mount Sinai dan 7 sampel dari universitas Washington). Enam puluh enam persen pasien mengalami plasenta previa; 81% menjalani pembedahan uterus; dan 47% mengalami keduanya. Tabel 1. memperlihatkan karakteristik dasar pasien yang termasuk dalam penelitian ini. Lima belas dari sampel didiagnosis plasenta akreta secara klinik pada saat persalinan, melalui pemeriksaan patologi, ataupun keduanya. Detail pasien ini terlihat pada tabel 2.
Tabel 3 memperlihatkan persentase sensitifitas, spesifisitas dan NPP, dan NPN kemampuan sonografi dan MRI dalam memprediksi resiko tinggi plasenta akreta dalam penelitian kohort ini. Sonografi memiliki sensitifitas sebesar 93% (Interval kepercayaan <KI> 95%, 80%-100%) dan spesifisitas 71% (KI 95%, 49%-93%). MRI memiliki sensitifitas sebesar 80% (KI 95%, 60%-100%) dan spesifisitas sebesar 65% (KI 95%, 42%-88%). Kami menemukan tidak terdapat perbedaan signifikan pada sensitifitas dan spesifisitas dari pemeriksaan sonografi dan MRI (sensitivitas: sonografi, 93%, versus MRI, 80%; P= 0,25; spesifisitas: sonografi, 71%, versus MRI, 65%; P= 0,5). Terdapat 7 kasus dari 32 kasus dengan hasil diagnosis antara sonografi dan MRI yang bertentangan (22%; KI 95%, 8%-36%). Pada penelitian ini, prediksi sonografi benar pada 5 kasus, dan MRI benar pada 2 kasus. Hasil ini tidak signifikan secara statistik.
Gambaran dari pasien yang mendapatkan hasil positif dari pemeriksaan sonografi dan MRI diperlihatkan pada gambar 1. Gambaran sonografi dan MRI pada pasien yang masih dipertentangkan dapat dilihat pada gambar 2 dan 3.
Tabel 4 memperlihatkan jumlah waktu pemeriksaan diagnosis sonografi dan MRI dalam kriteria benar, tidak benar atau tidak meyakinkan. Tidak terdapat kasus pada kedua pemeriksaan tersebut yang tidak meyakinkan. Jumlah waktu pemeriksaan sonografi dan MRI tidak meyakinkan dikalkulasikan dengan tes McNemar, dan tidak ditemukan perbedaan data statistik signifikan. Ketika hasil sonografi tidak meyakinkan, MRI memperoleh diagnosis benar 4 kasus dari 5 kasus yang ada. Ketika MRI tidak meyakinkan, sonografi mendapatkan diagnosis yang benar sebanyak 7 kasus dari 8 kasus. Regresi logistik menyatakan bahwa kemampuan sonografi atau MRI dalam membenarkan diagnosis plasenta akreta tidak dipengaruhi oleh lokasi plasenta atau riwayat pembedahan uterus uterus.
DISKUSI 
Dari penelitian multicentre memperlihatkan bahwa sonografi dan MRI tanpa gadolinium memiliki nilai akurasi yang sama dalam membenarkan diagnosis plasenta akreta. Penelitian kami juga menemukan bahwa pada penelitian ini, spesifisitas sonografi dan MRI tidak setinggi dengan penelitian sebelumnya. Ketika salah satu pemeriksaan tersebut tidak meyakinkan, modalitas lainnya dapat memberikan diagnosis yang benar pada 80% - 88% kasus. Hal ini menunjukkan bahwa sonografi dan MRI bersifat saling melengkapi pada kasus yang tidak pasti dalam diagnosis plasenta akreta.
Sebuah penelitian terbaru yang membandingkan antara pemeriksaan sonografi dan MRI dengan Gadolinium dalam diagnosis prenatal plasenta akreta telah dipublikasikan oleh Warshak dan kawan-kawan. Mereka melaporkan 39 kasus mengkonfirmasi plasenta akreta dengan sebuah desain penelitian yang tidak berpasangan. Sonografi memiliki sensitifitas sebesar 77% dan MRI sebesar 96%. MRI dengan gadolinium memiliki sensitivitas sebesar 88% dan spesifisitas sebesar 100%. Sama dengan penelitian ini, perbedaan sensitifitas dan spesifisitas antara sonografi dan MRI tidak memberikan nilai statistik signifikan. Kedua penelitian ini tidak begitu kuat untuk mendeteksi perbedaan signifikan dalam keakuratan antara perbedaan gambaran sonografi dan MRI seperti yang tercatat di atas.
Tercatat, pada penelitian yang dilakukan oleh Warshak dan kawan-kawan, spesifisitas ditemukan lebih baik pada kedua pemeriksaan tersebut dibandingkan pada penelitian ini. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh bias (contohnya, populasi pasien) dan perbedaan dalam random sampling. Perbedaan dalam spesifisitas sonografi kemungkinan disebabkan oleh fakta bahwa sonografi transvaginal telah sering digunakan pada penelitian mereka namun tidak rutin digunakan pada penelitian kami. Hal tersebut memperlihatkan bahwa sonografi transvaginal dapat meningkatkan keakuratan diagnosis antenatal plasenta akreta dengan meningkatkan resolusi lapangan yang dekat pada persambungan antara plasenta dan segmen uterus bagian bawah, khususnya pada kasus plasenta previa atau plasenta posterior. Hal ini juga memperlihatkan bahwa keakuratan sonografi juga dapat disebabkan oleh frekuensi penggunaan transduser abdominal (frekuensi yang tinggi meningkatkan resolusi ruang untuk struktur superfisial) atau dengan derajat pengisian kandung kemih, khususnya saat sonografi transvaginal tidak digunakan. Perbedaan spesifisitas MRI harus berdasarkan pada penggunaan gadolinium. Warshak dan kawan-kawan menggunakan gadolinium karena mereka berpikir bahwa gadolinium memperjelas gambaran permukaan plasenta bagian luar relatif terhadap miometrium, dengan demikian akan menambah spesifisitas. Penggunaan gadolinium pada masa kehamilan masih kontroversi oleh karena molekul bahan ini melewati plasenta, memasuki sirkulasi janin, dan diekskresikan melalui ginjal janin. Namun, efeknya terhadap janin masih belum diketahui.
Perhatian spesifik penggunaan gadolinium telah ditingkatkan oleh karena bisa menyebabkan fibrosis sistem nefrogenik pada pasien dengan gagal ginjal. Oleh karena ginjal dipertimbangkan, penggunannya pada bayi imatur yang berumur lebih muda dari 1 tahun, harus hati-hati. Hal ini berdasarkan pada Agensi Pengobatan Eropa yang mengingatkan bahwa gadolinium harus digunakan dengan hati-hati pada kelompok sampel ini. Sehingga teoretis mengenai bayi sesuai dengan di atas.
Kekuatan dari penelitian ini adalah perbandingan keakuratan sonografi dan MRI yang dilakukan secara langsung pada kelompok sampel yang sama. Kemudian, penelitian ini juga menjelaskan mengenai sensitifitas dan spesifisitas MRI tanpa gadolinium, yang merupakan pemeriksaan yang sering dilakukan pada sebagian besar institusi. Dimana, penelitian ini mendapatkan informasi mengenai keakuratan modalitas dari kedua pemeriksaan ini berasal dari 3 institusi akademik yang diketahui banyak memiliki pasien dengan resiko tinggi plasenta akreta.
Satu keterbatasan dari penelitian kami adalah bias yang tidak pasti. Pada ketiga institusi, pasien menjalani pemeriksaan sonografi dan MRI, oleh karena mereka berpikir bahwa resiko tinggi akreta didasarkan pada anamnesis atau penemuan sonografi. Meskipun demikian, kriteria pemeriksaan MRI tidak seragam. Sehingga, jika pasien dengan penemuan sonografi positif ataupun negatif secara sistematis tidak harus mendapatkan pemeriksaan MRI. Penelitian ini tidak percaya sepenuhnya terhadap sensitifitas dan spesifisitas sonografi, oleh karena pasien dengan kedua pemeriksaan inilah yang diikutkan. Di lain pihak, hanya pasien resiko tinggi dengan penemuan sonografi positif yang menjadi indikasi pemeriksaan MRI, penelitian ini telah mengoversetimasikan sensitifitas dan spesifisitas MRI. Sayang sekali, bias oleh karena retrospektif alam pada penelitian ini, tidak bisa dihindari. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah 4 dari 15 kasus plasenta akreta didiagnosis hanya berdasarkan kriteria klinis, oleh karena penemuan patologi tidak dikirimkan (1 kasus), tidak tersedia dalam database (2 kasus) atau tidak meyakinkan (1 kasus).
Berdasarkan data kami dan penelitian utama, sangat sulit menentukan superioritas keakuratan antara pemeriksaan sonografi dan MRI dalam diagnosis plasenta akreta. Kemampuan diagnostik antara sonografi dan MRI menjadi diperbandingkan.
Idealnya, penelitian prospektif harus dilakukan untuk membandingkan keakuratan sonografi versus MRI pada pasien yang memiliki resiko tinggi plasenta akreta. Berdasarkan pada kalkulasi kami, 194 pasien membutuhkan kedua pemeriksaan ini secara berpasangan untuk mendapatkan kekuatan sebesar 80% dalam mendeteksi perbedaan nilai P= level 0,05. Pada desain penelitian tidak berpasangan, jumlah pasien yang dibutuhkan harus dalam skala besar. Oleh karena itu, sebuah penelitian multiinstitusional dibutuhkan untuk mempermudah penelitian ini. Sampai sebuah penelitian lainnya dilakukan, terlihat bahwa sonografi dan MRI dapat digunakan pada masa prenatal dalam mendiagnosis plasenta akreta dengan alasan yang akurat pada pasien dengan resiko. Jika tes pertama tidak meyakinkan, penggunaan modalitas imaging lainnya dapat memberikan informasi diagnostik.
REFERENSI 
1.   Gielchinsky Y, Rojansky N, Fasouliotis SJ, Ezra Y. Placenta accreta—summary of 10 Years: a Survey of 310 Cases. Placenta 2002;23:210–214. [PubMed: 11945088]
2.   Miller DA, Chollet JA, Goodwin TM. Clinical risk factors for placenta previa-placenta accreta. Am J Obstet Gynecol 1997;177:210–214. [PubMed: 9240608]
3.   Lam G, Kuller J, McMahon M. Use of magnetic resonance imaging and ultrasound in the antenatal diagnosis of placenta accreta. J Soc Gynecol Investig 2002;9:37–40.
4.   Finberg HJ, Williams JW. Placenta accreta: prospective diagnosis in patients with placenta previa and prior cesarean section. J Ultrasound Med 1992;11:333–343. [PubMed: 1522623]
5.   Levine D, Hulka CA, Ludmir J, Li W, Edelman RR. Placenta accreta: evaluation with color Doppler US, power Doppler US, and MR imaging. Radiology 1997;205:773–776. [PubMed: 9393534]
6.   Chou MM, Tseng JJ, Ho ESC. Prenatal diagnosis of placenta previa accreta by transabdominal color Doppler ultrasound. Ultrasound Obstet Gynecol 2000;15:28–35. [PubMed: 10776009]
7.   Comstock CH, Love JJ Jr, Bronsteen RA, et al. Sonographic detection of placenta accreta in the second and third trimesters of pregnancy. Am J Obstet Gynecol 2004;190:1135–1140. [PubMed: 15118654]
8.   Wong HS, Zucollo J, Parker S, Burns K, Tait J, Pringle KC. Antenatal diagnosis of non-previa placenta increta with histological confirmation. Ultrasound Obstet Gynecol 2006;27:467–469. [PubMed:16565992]
9.   Taipale P, Orden MR, Berg Marja, Manninen H, Alafuzoff I. Prenatal diagnosis of placental accreta and percreta with ultrasonography, color Doppler, and magnetic resonance imaging. Obstet Gynecol 2004;104:537–540. [PubMed: 15339765]
10. Kirkinen P, Helin-Martikainen HL, Vanninen R, Partanen K. Placenta accreta: imaging by gray-scale and contrast-enhanced color Doppler sonography and magnetic resonance imaging. J Clin Ultrasound 1998;26:90–94. [PubMed: 9460637]
11. Maldjian C, Adam R, Pelosi M, Pelosi M III, Rubellis R, Maldjian J. MRI appearance of placenta percreta and placenta accreta. Magn Reson Imaging 1999;17:965–971. [PubMed: 10463645]
12. Palacios Jaraquemada JM, Bruno CH. Magnetic resonance imaging in 300 cases of placenta accreta: surgical correlation of new findings. Acta Obstet Gynecol Scand  05;84:716–724. [PubMed: 16026395]
13. Comstock CH. Antenatal diagnosis of placenta accreta: a review. Ultrasound Obstet Gynecol 2005;26:89–96. [PubMed: 15971281]
14. Lax A, Prince MR, Mennitt KW, Schwebach JR, Budorick NE. The value of specific MRI features in the evaluation of suspected placental invasion. Magn Reson Imaging 2007;25:87–93. [PubMed: 17222719]
15. Warshak C, Eskander R, Hull A, et al. Accuracy of ultrasonography and magnetic resonance imaging in the diagnosis of placenta accreta. Obstet Gynecol 2006;108:573–581. [PubMed: 16946217]
16. Lerner JP, Deane S, Timor-Tritsch IE. Characterization of placenta accreta using transvaginal sonography and color Doppler imaging. Ultrasound Obstet Gynecol 1995;5:198–201. [PubMed: 7788495]
17. Schmidt, G., editor. Thieme Clinical Companions: Ultrasound. Vol. 3rd German. New York, NY: Georg Thieme Verlag; 2007. Basic physical and technical principles; p. 1-2.
18. Benacerraf BR, Shipp TD, Bromley B. Is a full bladder still necessary for pelvic sonography? J Ultrasound Med 2000;19:237–241. [PubMed: 10759346]
19. Kanal E, Borgstede JP, Barkovich AJ, et al. American College of Radiology White Paper on MR Safety: 2004 update and revisions. AJR Am J Roentergenol 2004;182:1111–1114.
20. Kanal E, Barkovich AJ, Bell C, et al. ACR guidance document for safe MR practices, 2007. AJR Am J Roentergenol 2007;188:1447–1474.

0 komentar:

Post a Comment