Powered By Blogger

Tuesday, February 14, 2012

KETERLAMBATAN PUBERTAS

Author: Mark R. Palmert, M.D., Ph.D., and Leo Dunkel, M.D., Ph.D. Based On: Clinical Practice Journal Of NEJM. Translated By: Fitria Ningsih M.D


Bentuk jurnal ini dimulai dengan sebuah kasus klinik, kemudian dilanjutkan dengan beragam strategi penanganan yang dilengkapi dengan bukti-bukti, diikuti dengan sebuah pedoman penatalaksanaan yang resmi. Pada akhir jurnal, terdapat rekomendasi klinik mengenai masalah yang dibahas yang merupakan kesimpulan dari penulis.

Seorang anak laki-laki berumur 14 tahun dengan riwayat gangguan perkembangan pubertas. Anak tersebut memiliki tubuh relatif pendek dengan kecepatan pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan kawan sebayanya. Tinggi badan anak tersebut adalah 146 cm (57.5 inchi, < 3 persentil umurnya), beratnya adalah 37 kg (82 lb, 3 persentil). Ayahnya yang memiliki tinggi 168 cm (66.1 inchi), pertumbuhannya berlanjut sampai tahun keduanya di universitas; Ibunya memiliki tinggi 153 cm (60.2 inchi) dan mengalami menstruasi pertama pada umur 14 tahun. Target tinggi pasien berdasarkan tinggi kedua orang tuanya adalah 167 cm (65.8 inchi). Dari pemeriksaan fisik memperlihatkan penilaian rambut pubik berada pada stadium tanner 1 dengan ukuran testis prapubertas. Apa yang harus dilakukan dalam diagnosis dan penanganan pasien ini?

MASALAH KLINIK
Pubertas merupakan tanda dari kematangan seksual dan kemampuan reproduksi. Pubertas memerlukan kerja aksis hipotalamus-hipofisis-gonad (HHG) yang baik yang telah dipersiapkan secara pasif dengan pengeluaran gonadotropin releasing hormon (GnRH) selama masa kanak-kanak. GnRH menstimulasi sekresi luteinizing hormon (LH) dan follicle stimulating hormon (FSH), yang kemudian akan merangsang kematangan gonad dan memproduksi hormon steroid seks. Telah banyak diketahui mengenai komponen aksis HHG, namun faktor yang memicu onset pubertas masih menyisakan pertanyaan. Masih belum dapat dipahami mengapa seorang anak laki-laki memulai pubertas pada umur 10 tahun sedangkan anak laki-laki lainnya pada umur 14 tahun.
Definisi keterlambatan pubertas adalah tidak adanya pembesaran testis pada anak laki-laki atau perkembangan payudara pada anak perempuan pada umur 2-2.5 tahun lebih terlambat dari rata-rata populasi yang seharusnya (biasanya pada umur 14 tahun pada anak laki-laki dan 13 tahun pada anak perempuan). Meskipun demikian, oleh karena onset pubertas dipengaruhi oleh keturunan (gen), baik di Amerika Serikat maupun negara lainnya, serta adanya perbedaan waktu pubertas diantara kelompok ras dan etnik, beberapa peneliti telah menetapkan defenisi terbaru mengenai umur onset pubertas yang meliputi seluruh populasi secara umum atau kemungkinan hanya untuk negara atau kelompok entnik dan ras tertentu. Perkembangan rambut pubis tidak selalu dimasukkan dalam definisi pubertas oleh karena perkembangannya dipengaruhi oleh kematangan kelenjar adrenal (adrenarke). Selain itu, onset perkembangan rambut pubik dapat berdiri sendiri tanpa aktivasi aksis HHG.
Keterlambatan pubertas dapat berdampak pada perilaku psikososial, dimana pasien, keluarga dan dokter biasanya berfokus pada dampak tinggi badan. Tinggi badan akhir dapat dipengaruhi namun rata-rata biasanya sedikit lebih pendek dari target genetik. Banyak remaja yang mengalami keterlambatan pubertas disertai dengan riwayat tinggi badan keluarga yang relatif pendek, gabungan kedua masalah tersebut membutuhkan kerjasama beberapa dokter subspesial dibandingkan dengan jika hanya mengalami satu masalah.
Keterlambatan pubertas pada anak laki-laki ditandai dengan adanya perbedaan waktu pubertas dari spektrum waktu pubertas yang seharusnya, sebuah bentuk perkembangan yang merujuk sebagai keterlambatan pubertas dan pertumbuhan konstitusional (constitutional delay of growth and puberty [CDGP]). Pada sebuah penelitian berseri, ditemukan 65% anak laki-laki dan 30% anak perempuan dengan keterlambatan pubertas mengalami CDGP. Meskipun demikian, karena data didapatkan dari pusat tersier, nilai persentase tersebut kemungkinan dibawah perkiraan frekuensi CDGP yang terdapat pada pusat pengobatan primer. Penilaian dan penanganan CDGP pada anak laki-laki merupakan fokus utama pada review ini, namun pertimbangan mengenai penyebab keterlambatan pubertas lainnya tetap diberikan dan hasil dari tulisan ini juga spesifik untuk anak perempuan.
Tabel 1
Meskipun CDGP merupakan satu-satunya penyebab tersering keterlambatan pubertas pada kedua jenis kelamin, penyakit ini dapat didiagnosis hanya setelah penyakit pokok dihilangkan. Diferensial diagnosis CDGP dapat dibagi dalam tiga kategori: hipogonadisme hipergonadotropik (yang ditandai oleh peningkatan kadar LH dan FSH yang terjadi oleh karena tidak adanya mekanisme feedback negatif dari gonad), hipogonadisme hipogonadotropik permanen (ditandai dengan kadar LH dan FSH yang rendah oleh karena penyakit hipotalamus atau hipofisis), dan hipogonadisme hipogonadotropik trasient (hipogonadisme hipogonadotropik fungsional) dimana keterlambatan pubertas disebabkan oleh keterlambatan kematangan aksis HHG, yang bersifat sekunder karena penyakit tertentu (tabel 1).
Penyebab CDGP belum diketahui, namun memiliki dasar penyakit keturunan yang kuat. Telah diperkirakan bahwa 50-80% keterlambatan pubertas pada manusia disebabkan oleh faktor genetik, dan 50-75% pasien dengan CDGP memiliki riwayat keluarga dengan keterlambatan pubertas. Pewarisan CDGP cukup beragam namun umumnya bersifat konsisten dengan bentuk dominan autosom, dengan atau tanpa penetrasi lengkap. CDGP tidak spesifik terhadap seks tertentu dan ditandai dengan keterlambatan pubertas relatif diantara anggota keluarga (rata-rata umur menarke ibu pasien dengan CDGP adalah 14.3 tahun, dibandingkan dengan nilai mean kontrol sebesar 12.7 tahun) atau bukti CDGP sejati. Pemeriksaan pasien dengan sindrom Kalmann dan hipogonadisme hipogonadotropik tertutup mengarah ke identifikasi gen yang memainkan peran penting pada perkembangan dan regulasi aksis HHG, namun mutasi yang telah diidentifikasi pada beberapa gen tidak menyebabkan CDGP, kecuali pada beberapa kasus, namun jarang terjadi. Meskipun demikian, gen penyebab 60-70% kasus sindrom Kalmann dan hipogonadisme hipogonadotropik tertutup masih belum diketahui. Lokus yang berhubungan dengan menarke juga telah diidentifikasi, namun lokus utama ini juga tidak berhubungan dengan CDGP.

STRATEGI DAN BUKTI
Pemeriksaan First-Line
Menyingkirkan Penyakit yang mendasari
Tabel 2
Tujuan utama pemeriksaan first-line adalah untuk menyingkirkan penyakit penyebab yang mendasari keterlambatan pubertas (tabel 2). Keterlambatan pubertas diperiksa secara klinik dan biokimia yang berisi informasi penting untuk konseling dan perkiraan perkembangan pubertas lebih lanjut. Perkembangan normal akhir pubertas meragamkan diagnosis CDGP. Dimana jika setelah onset pubertas, perkembangan melambat atau berhenti bahkan tidak ada konsisten dengan hipogonad permanen.

Riwayat Keluarga
Informasi riwayat keluarga yang harus didapatkan adalah bentuk pertumbuhan masa kanak-kanak dan onset umur pubertas kedua orang tua. Keterlambatan pubertas pada kedua orang tua atau saudara kandung yang diikuti dengan onset spontan pubertas merujuk pada CDGP. Meskipun demikian, jika perkembangan pubertas pada anggota keluarga diinduksi oleh hormon steroid seks,
diagnosis hipogonadisme hipogonadotropik tertutup juga mungkin dapat ditetapkan, jika hipogonadisme kembali ditemukan setelah penghentian hormon steroid seks, yang terjadi pada sekitar 10% pasien dengan hipogonadisme hipogonadotropik tertutup.
Gambar 1
Pasien dan kedua orang tuanya harus ditanyakan mengenai riwayat atau gejala penyakit kronik, utamanya penyakit spesifik (misalnya penyakit celiac, penyakit tiroid, dan anoreksia) yang dapat menyebabkan keterlambatan pubertas sementara (hipogonadisme hipogonadotropik fungsional). Selain itu, informasi lainnya yang dapat ditanyakan adalah penggunaan obat, status gizi, dan fungsi psikososial. Perkembangan kognitif terlambat yang berhubungan dengan obesitas atau tanda-tanda dismorfik kemungkinan merujuk pada sindrom genetik tertentu. Tanda kriptorkidisme bilateral atau penis kecil pada waktu lahir dan hiposmia (anosmia) merujuk pada hipogonadisme hipogonadotropik permanen. Riwayat kemoterapi atau radioterapi kemungkinan mengindikasikan kegagalan gonad primer (gambar 1).

Pemeriksaan Fisik
Gambar 3
Gambar 2
Pengukuran berat badan dan tinggi badan harus dilakukan dan direncanakan sehingga perkembangan longitudinal dapat diperkirakan dengan cermat (gambar 2). Keterlambatan pubertas biasanya berhubungan dengan tinggi badan yang pendek dan pertumbuhan yang lambat berdasarkan umur meskipun tinggi dan laju pertumbuhan prepubertasnya masih dalam skala normal. Anak dengan berat badan rendah berdasarkan tinggi memiliki kemungkinan menderita penyakit tertentu yang melambatkan aktivasi aksis HHG. Sebaliknya, pada anak laki-laki, tidak seperti anak perempuan, menjadi overweight dapat berhubungan dengan keterlambatan pubertas dimasa yang akan datang. Pemeriksaan yang sering digunakan dalam mengukur laju pubertas adalah sistem staging tanner (gambar 3). Pada anak laki-laki, penampakan genital stage tanner 2 ditandai dengan pembesaran skrotum dan testis dan perubahan tekstur serta warna kulit skrotum. Volume testis harus diukur, jika ukuran 3 ml mengindikasikan inisiasi pubertas awal. Pada pasien dengan CDGP, adrenarke dan aktivasi hormonal gonad, keduanya biasa muncul setelah umur rata-rata, namun pada hipogonadisme hipogonadtropik tertutup, adrenarke biasanya muncul pada umur normal.

Radiografi Umur Tulang (Bone-Age)
Umur tulang harus ditinjau oleh dokter yang berpengalaman melalui interpretasi radiografi. Keterlambatan umur tulang merupakan karakteristik namun bukan diagnostik CDGP dan juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit kronik, hipogonadisme hipogonadotropik atau kegagalan gonad. Perkiraan tinggi dewasa merupakan bagian penting dari konseling, jika tinggi badan pendek yang didapatkan, dokter harus mengetahui bahwa pemeriksaan meja Bayley-Pinneau mengoveretimasikan tinggi dewasa pada pasien CDGP, jika umur tulang terlambat lebih dari 2 tahun (tabel 2).

Pengukuran Kadar Hormon dan Imaging Otak
Onset pubertas ditandai dengan penekanan sekresi diurnal gonadotropin dan testosteron (anak laki-laki) dan estrogen (anak perempuan) sebelum perubahan fenotipik terlihat. Kadar basal LH dan FSH rendah pada pasien dengan CDGP atau hipogonadisme hipogonadotropik, sebaliknya setiap hormon tersebut akan meningkat pada kegagalan gonad. Pemeriksaan kadar insulin growth factor-1 (IGF-1) dapat membantu dalam penilaian defisiensi hormon pertumbuhan namun harus diintrepretasikan secara hati-hati karena kadarnya rendah pada umur kronologi dan dalam batas normal pada skala umur tulang. Pemeriksaan fungsi tiroid rutin dilakukan. MRI otak diindikasikan ketika terdapat tanda atau gejala yang mengarah pada lesi sistem saraf pusat. Meskipun beberapa klinisi secara rutin melakukan pemeriksaan ini, penundaan pemeriksaan harus dilakukan sampai pasien berumur 15 tahun, dengan pemahaman bahwa beberapa pasien dengan CDGP akan mengalami pubertas spontan dan tidak memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan neuroendokrin lengkap digaransikan pada pasien dengan tumor hipotalamus-hipofisis yang menyebabkan hipogonadisme hipogonadtropik, sejak pasien tersebut mengalami defisiensi hormon hipofisis tambahan.

Pemeriksaan Second-Line
Sebagian besar pasien tidak akan memperlihatkan penyebab alternatif keterlambatan pubertas pada pemeriksaan awal, yang mengesankan CDGP sebagai diagnosis. Meskipun demikian, tidak ada satupun pemeriksaan yang dapat dipercaya dalam membedakan CDGP dengan hipogonadisme hipogonadtropik tertutup, sehingga diagnosis CDGP tidak dapat dibuat dengan pasti. Observasi biasanya memecahkan teka-teki ini; hipogonadisme hipogonadotropik tertutup didiagnosis jika pubertas endogen tidak dimulai sampai pada umur 18 tahun. Beberapa test telah diajukan untuk membedakan CDGP dari hipogonad hipogonadisme hipogonadotropik tertutup (tabel 2). Jika kadar gonadotropin basal tidak meyakinkan, penggunaan stimulasi GnRh atau agonis GnRh bisa membantu. Perangsangan kadar LH pada skala pubertas mengindikasikan bahwa aksis HHG telah direaktivasi dan perkembangan sekunder seksual dapat terjadi dalam waktu 1 tahun. Meskipun demikian, pemeriksaan GnRh saja biasanya tidak dapat membedakan CDGP dari hipogonadisme hipogonadotropin tertutup karena nilai GnRH prapubertas yang diobservasi pada hipogonadisme hipogonadotropik tertutup atau pada pasien CDGP masih menggunakan aksis HHG yang belum teraktivasi. Beberapa data terbaru memperlihatkan bahwa pemeriksaan kadar baseline inhibin B kemungkinan dapat memudahkan pembedaan kedua penyakit ini, namun replikasi dibutuhkan sebelum pemeriksaan ini atau pemeriksaan lainnya disetujui dilakukan secara rutin.
Sekresi hormon pertumbuhan pada keadaan basal, seperti setelah pemeriksaan provokatif, kemungkinan menurun pada pasien dengan CDGP. Jika perhatian mengenai pertumbuhan cukup menjamin stimulasi pemeriksaan hormon pertumbuhan, hormon steroid seks utamanya estrogen dan testosteron dibutuhkan untuk mendapatkan hasil terpercaya pada pasien dengan keterlambatan pubertas; estrogen merangsang sekresi hormon pertumbuhan endogen, dan memudahkan identifikasi apakah kadar hormon yang didapatkan merupakan defisiensi hormon pertumbuhan sejati atau karena sekresi fisiologi hormon pertumbuhan yang rendah dari stem kadar estrogen yang rendah. Jika pasien memiliki laju hormon pertumbuhan yang normal, pemeriksaan provokasi hormon pertumbuhan tidak dibutuhkan, mengingat kadar IGF-1 yang rendah akan menurunkan jaminan pemeriksaan kecepatan pertumbuhan.

PENANGANAN
Tabel 3
Pasien dengan CDGP 
Pilihan penanganan CDGP adalah dengan terapi testosteron kadar rendah (pada laki-laki) atau estrogen (pada perempuan) (tabel 3). Jika masa pubertas telah dimulai, pemeriksaan klinik atau biokimia dan tinggi badan bukan merupakan perhatian utama. Cukup sering terjadi pasien kembali dengan perkiraan tinggi dewasa tercapai. Saat terapi dimulai, biasanya mengurangi kesulitan psikososial yang kemungkinan diperoleh dari interaksi negatif dengan teman sebaya, penurunan penghargaan diri, dan kecemasan mengenai laju pertumbuhan atau kebiasaan tubuh.
Beberapa penelitian mengenai penanganan CDGP pada anak laki-laki telah dilaporkan. Penelitian dilakukan secara random, terkontrol pada sejumlah kecil subjek yang telah diobservasi secara luas dengan menggunakan androgen dosis rendah. Data memperlihatkan bahwa penanganan dengan androgen dosis rendah dapat meningkatkan kelajuan pertumbuhan dan kematangan seksual serta secara positif berdampak pada perilaku psikososial. Selain itu, terapi tersebut tidak memiliki efek samping signifikan, umur tulang cepat berkembang namun menurunkan tinggi dewasa. Data yang sama tidak tersedia untuk anak perempuan, namun hasil yang sama bisa didapatkan selama terapi dilakukan dengan dosis estrogen yang rendah dan sesuai.
Untuk pasien yang dicurigai dengan CDGP, tinggi badan yang pendek lebih dikhawatirkan dibanding dengan keterlambatan pubertas. CDGP dipertimbangkan oleh beberapa observer sebagai penyakit yang masuk dalam subgroup penyakit tinggi badan pendek idiopatik (idiopathic short Stature). Meskipun, FDA (Food and Drug Administration) telah menyetujui penggunaan hormon pertumbuhan pada penanganan idiopathic short Stature dengan tinggi badan 2.25 SD dibawah rata-rata umur, terapi ini memiliki efek penyembuhan sedang untuk tinggi dewasa pada remaja dengan CDGP, dan penggunaannya pada CDGP tidak direkomendasikan.
Pada anak laki-laki dengan CDGP dan tinggi badan pendek, pendekatan terapi potensial lainnya adalah inhibitor aromatase, namun penanganan ini memerlukan penelitian lebih lanjut sebelum digunakan di praktek secara rutin. Inhibitor aromatase menghambat konversi androgen menjadi estrogen; karena estrogen merupakan hormon predominan yang dibutuhkan dalam penutupan epifisis, penggunaan inhibitor aromatase dapat memperpanjang pertumbuhan linear dan meningkatkan tinggi badan dewasa potensial. Pada penelitian terkontrol yang dilakukan pada anak laki-laki dengan tinggi badan pendek atau keterlambatan pubertas, inhibitor aromatase memperlambat kematangan tulang dan meningkatkan tinggi orang dewasa. Meskipun demikian, jumlah penambahan tinggi dengan terapi inhibitor aromatase selama waktu, dosis dan durasi optimal masih belum pasti. Lebih lanjut, harus dipertimbangkan efek samping potensial yang dimilikinya yakni dapat merusak perkembangan trabekula tulang dan deformitas vertebra tubuh. Hal tersebut telah diobservasi pada anak laki-laki dengan idiopathic short stature yang telah diterapi dengan letrozole.

Hipogonad Permanen
Pada anak laki-laki dan anak perempuan dengan hipogonadisme hipogonadotropik, dosis terapi awal hormon steroid seks sama dengan CDGP, namun dosisnya meningkat secara gradual untuk memenuhi kebutuhan tubuh selama periode kurang lebih 3 tahun (tabel 3). Pada hipogonadisme hipogonadtropik, testosteron eksogen tidak menginduksi pertumbuhan testis atau spermatogenesis dan estrogen eksogen tidak menginduksi ovulasi. Induksi fertilitas pada kedua jenis kelamin membutuhkan penanganan dengan GnRH pulastil atau gonadotropin eksogen. Pada anak perempuan dengan hipogonadisme hipogonadotropin, penanganan dengan estrogen membutuhkan kombinasi progestin untuk siklus endometrium.

AREA KETIDAKPASTIAN
Penelitian lebih jauh dibutuhkan untuk menetapkan umur keterlambatan pubertas yang jelas pada kelompok ras dan etnik yang berbeda serta pemahaman yang lebih baik mengenai dasar fisiologi CDGP. Telah diketahui penyebab CDGP adalah peningkatan total pengeluaran energi dan peningkatan sensitivitas insulin, namun tidak ada penyebab definitif yang telah diidentifikasi. Lalu, penelitian lebih lanjut harus menilai dengan cermat tekanan psikososial diantara anak-anak dengan keterlambatan pubertas, apakah tekanan ini memiliki gejala sisa jangka panjang, dan apa efek samping dari suplementasi hormon steroid pada hasil yang didapatkan. Selain itu, masih belum jelas apakah keterlambatan pubertas berefek pada massa tulang dewasa dan apakah hal tersebut menjadi alasan medis untuk menginisiasi terapi hormon steroid seks. Pembedaan antara CDGP dan hipogonadisme hipogonadotropik masih sulit dilakukan pada beberapa kasus, dan pemeriksaan lebih lanjut dari inhibin B atau marker lainnya untuk tujuan ini dibutuhkan. Pemeriksaan random dibutuhkan untuk membandingkan beragam formulasi estrogen, cara penggunaan (oral vs transdermal) dan regimen obat untuk terapi optimal anak perempuan dengan keterlambatan pubertas. Penelitian terbaru dibutuhkan untuk mengidentifikasi gen yang menyebabkan CDGP yang juga menjelaskan faktor regulasi pubertas.

GUIDELINE


Sepengetahuan penulis, tidak terdapat guideline terbaru yang berkenaan dengan pemeriksaan dan penanganan CDGP.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kasus pasien di atas merupakan kasus keterlambatan pubertas. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki dan memiliki riwayat keluarga dengan perkembangan pubertas terlambat, CDGP merupakan diagnosis yang paling mungkin. Sebelum membuat diagnosis ini, dibutuhkan penilaian cermat untuk menghilangkan penyakit lainnya; khususnya buat anak perempuan, yang sering disertai dengan penyakit tertentu. Pada CDGP dengan keterlambatan pubertas transient, keputusan mengenai pengobatan harus dibuat oleh pasien; tujuan terapi, waktu pengobatan, kesemuanya adalah untuk menginduksi percepatan pertumbuhan karakteristik seksual sekunder dan untuk mengurangi kesulitan psikososial. Anak laki-laki yang dipersiapkan untuk terapi, kami obati dengan injeksi awal testosteron ester 50 mg secara intramuskuler selama 3-6 bulan; regimen ini dapat diulang untuk 3-6 bulan berikutnya dengan dosis yang meningkat (tabel 3). Jika pubertas spontan tidak didapatkan setelah 1 tahun, diagnosis lainnya seperti hipogonadisme hipogonadotropik permanen, harus dipertimbangkan dan diindikasikan untuk pemeriksaan MRI otak. Kami meyakini bahwa ketika CDGP diterapi, terapi harus dilakukan dengan testosteron saja. Bahkan jika tinggi badan menarik perhatian (terlalu pendek), kami tidak menggunakan hormon pertumbuhan atau steroid anabolik untuk keterlambatan pubertas, dan kami tidak merekomendasikan inhibitor aromatase untuk indikasi ini. Semuanya masih menunggu beberapa data dari percobaan random.

REFERENSI:
1. Sun SS, Schubert CM, Chumlea WC, et al. National estimates of the timing of sexual maturation and racial differences among US children. Pediatrics 2002;110:911-9.
2. Wu T, Mendola P, Buck GM. Ethnic differences in the presence of secondary sex characteristics and menarche among US girls: the Third National Health and Nutrition Examination Survey, 1988-1994. Pediatrics 2002;110:752-7.
3. Susman EJ, Houts RM, Steinberg L, et al. Longitudinal development of secondary sexual characteristics in girls and boys between ages 9 and 15 years. Arch Pediatr Adolesc Med 2010;164:166-73.
4. Aksglaede L, Sørensen K, Petersen JH, Skakkebaek NE, Juul A. Recent decline in age at breast development: the Copenhagen Puberty Study. Pediatrics 2009;123(5): e932-e939.
5. Sørensen K, Aksglaede L, Petersen JH,Juul A. Recent changes in pubertal timing in healthy Danish boys: associations with body mass index. J Clin Endocrinol Metab 2010;95:263-70.
6. Albanese A, Stanhope R. Predictive factors in the determination of final height in boys with constitutional delay of growth and puberty. J Pediatr 1995;126:545-50.
7. Sedlmeyer IL, Palmert MR. Delayed puberty: analysis of a large case series from an academic center. J Clin Endocrinol Metab 2002;87:1613-20.
8. Gajdos ZK, Henderson KD, Hirschhorn JN, Palmert MR. Genetic determinants of pubertal timing in the general population. Mol Cell Endocrinol 2010;324:21-9.
9. Sedlmeyer IL, Hirschhorn JN, Palmert MR. Pedigree analysis of constitutional delay of growth and maturation: determination of familial aggreation and inheritance patterns. Endocrinol Metab 2002;87:5581-6.
10. Wehkalampi K, Widén E, Laine T, Palotie A, Dunkel L. Patterns of inheritance of constitutional delay of growth and puberty in families of adolescent girls andboys referred to specialist pediatric care. J Clin Endocrinol Metab 2008;93:723-8.
11. Gajdos ZK, Butler JL, Henderson KD, et al. Association studies of common variants in 10 hypogonadotropic hypogonadism genes with age at menarche. J Clin Endocrinol Metab 2008;93:4290-8.
12. Vaaralahti K, Wehkalampi K, Tommiska J, Laitinen EM, Dunkel L, Raivio T. The role of gene defects underlying isolated hypogonadotropic hypogonadism inpatients with constitutional delay of growth and puberty. Fertil Steril 2011;95:2756-8.
13. Bianco SD, Kaiser UB. The genetic and molecular basis of idiopathic hypogonadotropic hypogonadism. Nat Rev Endocrinol 2009;5:569-76.
14. Elks CE, Perry JR, Sulem P, et al. Thirty new loci for age at menarche identifiedby a meta-analysis of genome-wide association studies. Nat Genet 2010;42:1077-85.
15. He C, Kraft P, Chen C, et al. Genomewide association studies identify loci associated with age at menarche and age at natural menopause. Nat Genet 2009;41: 724-8.
16. Ong KK, Elks CE, Li S, et al. Genetic variation in LIN28B is associated with the timing of puberty. Nat Genet 2009;41:729.
17. Perry JR, Stolk L, Franceschini N, et al.Meta-analysis of genome-wide association data identifies two loci influencing age at menarche. Nat Genet 2009;41:648-50.
18. Sulem P, Gudbjartsson DF, Rafnar T, et al. Genome-wide association study identifies sequence variants on 6q21 associated with age at menarche. Nat Genet 2009;41:734-8.
19. Tommiska J, Wehkalampi K, Vaaralahti K, Laitinen EM, Raivio T, Dunkel L. LIN28B in constitutional delay of growth and puberty. J Clin Endocrinol Metab 2010;95:3063-6.
20. Lee JM, Kaciroti N, Appugliese D, Corwyn RF, Bradley RH, Lumeng JC. Body mass index and timing of pubertal initiation in boys. Arch Pediatr Adolesc Med 2010;164:139-44.
21. Nathan BM, Sedlmeyer IL, Palmert MR. Impact of body mass index on growth in boys with delayed puberty. J Pediatr Endocrinol Metab 2006;19:971-7.
22. Biro FM, Lucky AW, Huster GA, Morrison JA. Pubertal staging in boys. J Pediatr 1995;127:100-2. [Erratum, J Pediatr 1995;127:674.]
23. Wit JM, Rekers-Mombarg LT. Final height gain by GH therapy in children with idiopathic short stature is dose dependent. J Clin Endocrinol Metab 2002; 87:604-11.
24. Resende EA, Lara BH, Reis JD, Ferreira BP, Pereira GA, Borges MF. Assessment of basal and gonadotropin-releasing hormone-stimulated gonadotropins by immunochemiluminometric and immunofluorometric assays in normal children. J Clin Endocrinol Metab 007;92:1424-9.
25. Grinspon RP, Ropelato MG, Gottlieb S, et al. Basal follicle-stimulating hormone and peak gonadotropin levels after gonadotropin-releasing hormone infusion show high diagnostic accuracy in boys with suspicion of hypogonadotropic hypogonadism. J Clin Endocrinol Metab 2010;95:2811-8.
26. Wu FC, Brown DC, Butler GE, Stirling HF, Kelnar CJ. Early morning plasma testosterone is an accurate predictor of imminent pubertal development in prepubertal boys. J Clin Endocrinol Metab 993;76:26-31.
27. Segal TY, Mehta A, Anazodo A, Hindmarsh PC, Dattani MT. Role of gonadotropin-releasing hormone and human chorionic gonadotropin stimulation tests in differentiating patients with hypogonadotropic hypogonadism from those with constitutional delay of growth and puberty. J Clin Endocrinol Metab 2009; 94:780-5.
28. Coutant R, Biette-Demeneix E, Bouvattier C, et al. Baseline inhibin B and anti-Mullerian hormone easurements for diagnosis of hypogonadotropic hypogonadism (HH) in boys wth delayed puberty. J Clin Endocrinol Metab 2010;95: 5225-32.
29. Raivio T, Falardeau J, Dwyer A, et al. Reversal of idiopathic hypogonadotropic hypogonadism. N Engl J Med 2007;357: 863-73.
30. Gia netti E, Tusset C, Noel SD, et al. TAC3/TACR3 mutations reveal preferential activation of gonadotropin-releasing hormone release by neurokinin B in neonatal life followed by reversal in adulthood. J Clin Endocrinol Metab 2010;95:2857-67.
31. Marshall WA, Tanner JM. Variations in pattern of pubertal changes in girls. Arch Dis Child 1969;44:291-303.32. Idem. Variations in the pattern of pubertal changes in boys. Arch Dis Child 1970;45:13-23.
33. Counts DR, Pescovitz OH, Barnes KM, et al. Dissociation of adrenarche and gonadarche in precocious puberty and in isolated hypogonadotropic ypogonadism. J Clin Endocrinol Metab 1987;64:1174-8.
34. Richman RA, Kirsch LR. Estosterone treatment in adolescent boys with cnstitutional delay in growth and development. N Engl J Med 1988;319:1563-7.
35. Rosenfeld RG, Northcraft GB, Hintz RL. A prospective, randomized study of testosterone treatment of constitutional delay of growth and development in male adolescents. Pediatrics 1982;69:681-7.
36. Soliman AT, Khadir MM, Asfour M. Testosterone treatment in adolescent boys with constitutional delay of growth and development. Metabolism 1995;44:1013-.
37. Hero M, Norjavaara E, Dunkel L. Inhibition of estrogen biosynthesis with a potent aromatase inhibitor increases predicted adult height in boys with idiopathic short stature: a randomized controlled trial. J Clin Endocrinol Metab 2005;90:6396-402.
38. Wickman S, Sipilä I, Ankarberg-lindgren C, Norjavaara E, Dunkel L. A specific aromatase inhibitor and potential increase in adult height in boys with delayed puberty: a randomised controlled trial. Lancet 2001;357:1743-8.
39. Shulman DI, Francis GL, Palmert MR,Eugs er EA. Use of aromatase inhibitors in children and adolescents with disorders of growth and adolescent development. Pediatrics 2008;121(4):e975-e983.
40. Hero M, Toiviainen-Salo S, Wickman S, Mäkitie O, Dunkel L. Vertebral morphology in aromatase inhibitor-treated males with idiopathic short stature or constitutional delay of puberty. J Bone Miner Res 2010;25:1536-43.
41. Wickman S, Dunkel L. Inhibition of P450 aromatase enhances gonadotropin secretion in early and midpubertal boys: evidence for a pituitary site of action of endogenous E. J Clin Endocrinol Metab 2001;86:4887-94.
42. Pitteloud N, Hayes FJ, Boepple PA, et al. The role of prior pubertal development, biochemical markers of testicular maturation, and genetics in elucidating the phenotypic heterogeneity of idiopathic hypogonadotropic hypogonadism. J Clin Endocrinol Metab 2002;87:152-60.
43. Pitteloud N, Hayes FJ, Dwyer A, Boepple PA, Lee H, Crowley WF Jr. Predictors of outcome of long-term GnRH therapy in men with idiopathic hypogonadotropic hypogonadism. J Clin Endocrinol Metab 2002;87:4128-36.
44. Warne DW, Decosterd G, Okada H, Yano Y, Koide N, Howles CM. A combined analysis of data to identify predictive factors for spermatogenesis in men with hypogonadotropic hypogonadism treated with recombinant human follicle-stimulating hormone and human chorionic gonadotropin. Fertil Steril 2009;92:594-604.
45. Liu PY, Baker HW, Jayadev V, Zacharin M, Conway AJ, Handelsman DJ. Induction of spermatogenesis and fertility during gonadotropin treatment of gonadotropindeficient infertile men: predictors of fertility outcome. J Clin Endocrinol Metab 2009;94:801-8.
46. Han JC, Balagopal P, Sweeten S, Darmaun D, Mauras N. Evidence for hypermetabolism in boys with constitutional delay of growth and maturation. J Clin Endocrinol Metab 2006;91:2081-6.
47. Wilson DA, Hofman PL, Miles HL, et al. Enhanced insulin sensitivity in prepubertal children with constitutional delay of growth and development. J Pediatr 2010;156:308-12.
48. Gilsanz V, Chalfant J, Kalkwarf H, et al. Age at onset of puberty predicts bone mass in young adulthood. J Pediatr 2011; 158:100-5.

Copyright © 2012 Massachusetts Medical Society.
LET’S EXPLORE OUR MEDICAL WORLD IN EXPERIANZA DOCTOR

0 komentar:

Post a Comment